Indonesiainside.id, Canberra– Sebuah survei terbaru mengatakan, warga Australia bermasalah dengan pola makan, kesejahteraan, dan olahraga selama masa karantina wilayah (lockdown). Hal ini terjadi sebagai dampak dari pandemi virus corona alias Covid-19.
Survei melibatkan hampir 4.000 warga Australia itu dirilis oleh Organisasi Penelitian Ilmiah dan Industri Persemakmuran (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization/CSIRO) pada Selasa (15/6). Temuan mengungkapkan bahwa 66 persen responden mengatakan kegiatan olahraga mereka berkurang di tengah merebaknya pandemi itu.
Temua juga menunjukkan, dua dari lima responden menuturkan bahwa berat badan mereka naik. Sementara 41 persen mengatakan kesejahteraan emosi mereka menurun dan 36 persen lainnya mengatakan pola makan mereka memburuk.
“Analisis kami menemukan bahwa wabah Covis-19 telah memberikan dampak negatif terhadap ‘kesehatan dan kesejahteraan’ para responden,” kata Emily Brindal, penulis laporan itu, dalam sebuah rilis media.
“Menurut penelitian kami, jelas terdapat kekhawatiran soal hubungan sosial, dengan 90 persen responden merasa bahwa ada dampak negatif pada kemampuan mereka untuk bersosialisasi dan merayakan acara-acara spesial,” ungkapnya.
“Meningkatnya kekhawatiran soal keuangan dan kejelasan di masa depan juga sangat menonjol, saat pembatasan dilonggarkan dan para responden menyesuaikan diri dengan tatanan normal baru,” ujar Brindal.
“Temuan survei itu menunjukkan bahwa ada kebutuhan nyata terhadap sesuatu yang dapat memperbaiki suasana hati warga Australia saat mereka baru keluar dari lockdown dan beradaptasi dengan tatanan normal baru,” paparnya
Secara keseluruhan, 60 persen responden melaporkan adanya pergeseran negatif pada tingkat kepuasan mereka dalam hidup selama lockdown. Meski begitu, Brindal menemukan bahwa beberapa tipe kepribadian menganggap periode itu lebih menantang dibandingkan yang lain.
“Jumlahnya terlihat lebih tinggi pada mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai orang yang sangat ekstrover, dengan kelompok ini mengalami dampak yang signifikan dari kurangnya interaksi sosial,” ujar Brindal.
“Mereka yang menganggap dirinya sebagai emotional eater (orang yang mengonsumsi makanan secara berlebihan karena faktor emosi) juga melaporkan penurunan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan yang lain,” imbuhnya. (ant/xh/NE)