Indonesiainside.id, Paris – Bintang terakhir yang masih hidup dari film klasik “Gone With the Wind,” Olivia de Havilland dikabarkan meninggal dunia. Aktris pemenang Oscar dua kali dan selama beberapa dekade itu, meninggal di usia 104 tahun.
“De Havilland meninggal Ahad (26/7), karena sebab alami di kediamannya di Paris,” kata Lisa Goldberg juru bicara keluarga de Havilland. Goldberg juga mengungkapkan bahwa de Havilland tinggal di Paris selama lebih dari enam dekade.
De Havilland muncul sebagai bintang selama era film klasik, pertama sebagai mitra romantis untuk Errol Flynn di Swashbucklers seperti “Captain Blood” dan “The Adventures of Robin Hood” dan kemudian sebagai Melanie Hamilton Wilkes di “Gone With the Wind” (1939), dianggap sebagai film penghasil uang terbaik sepanjang masa ketika disesuaikan dengan inflasi.
Dilansir CNN, dengan perannya dalam film “Gone with the Wind, pada akhir 1940-an, mengantarkan de Havilland menjadi salah satu aktris papan atas layar lebar.
Tapi perannya di luar layar dalam tuntutan hukum terhadap Warner Bros, mungkin merupakan pencapaiannya yang paling menonjol di Hollywood.
Pada 1943, de Havilland menggugat studio itu setelah berusaha memperpanjang kontrak tujuh tahun, yang seharusnya berakhir. Di bawah aturan kontrak studio itu, para aktor dan aktris menghadapi penangguhan tanpa bayaran jika mereka menolak peran, dan waktu penangguhan ditambahkan ke dalam kontrak mereka.
Kemenangan De Havilland di pengadilan membantu dia mengalihkan kekuasaan dari studio-studio besar pada zaman itu ke para selebritas besar dan agensi-agensi berbakat yang kuat dewasa ini.
“Aktor-aktor Hollywood akan selamanya berhutang budi sama Olivia,” teman de Havilland dan lawan mainnya Bette Davis menulis dalam otobiografinya, “The Lonely Life.”
De Havilland kemudian ingat betapa bermanfaatnya putusan itu untuknya. “Saya sangat bangga dengan keputusan itu, karena mengoreksi penyalahgunaan serius dari sistem kontrak, yakni memaksa perpanjangan kontrak di luar ketentuan hukumnya. Di antara mereka yang diuntungkan oleh keputusan itu adalah para aktor yang berjuang dalam Perang Dunia II dan yang, sepanjang konflik itu, ditangguhkan,” katanya.
Lebih penting lagi bagi de Havilland, ia memperoleh kebebasan untuk mengejar peran yang lebih baik dalam film-film pemenang penghargaan seperti “To Each His Own” (1946), “The Snake Pit” (1948) dan “The Heiress” (1949).
Kemenangan Oscar pertamanya, untuk film “To Each His Own”, juga menyoroti hubungan yang sering tegang dengan adik perempuannya yang terkenal, Joan Fontaine. (SD)