Indonesiainside.id, Dhaka –Bangladesh sedang berjuang untuk melindungi harimau Bengal di hutan bakau Sundarbans, yang kini populasinya semakin terancam. Perburuan liar yang tidak terkendali dituding sebagai penyebab utama menurunnya populasi harimau Bengal.
“Kita harus menghentikan pemburu liar di hutan bakau. Pada tahun lalu saja, tiga kematian harimau yang tidak wajar dicatat, dan sangat disayangkan,” kata M A Aziz, profesor zoologi di Universitas Jahangirnagar di Svar, kepada Arab News, Rabu (29/7).
Perburuan liar adalah penyebab utama dari penurunan yang signifikan terkait jumlah harimau, dengan 97 persen populasi hilang dalam 100 tahun terakhir dan spesies tersebut ada dalam daftar “terancam punah”. Sundarbans, situs Warisan Dunia UNESCO, adalah wilayah yang secara ekologis rapuh di sepanjang perbatasan India-Bangladesh yang memiliki salah satu hutan bakau terbesar di dunia, dan merupakan rumah bagi harimau Bengal bersama dengan spesies flora dan fauna langka lainnya.
Menurut sensus harimau tahun 2018, ada 114 harimau Bengal di Sundarbans, sedikit meningkat dari 106 ekor yang dilaporkan pada tahun sebelumnya. Namun, ini adalah penurunan jumlah yang mengkhawatirkan dari tahun 2004 ketika jumlah poplusai harimau mencapai 440.
Untuk dua studi terakhir, pihak berwenang menggunakan hampir 500 kamera untuk menangkap gambar harimau selama 249 hari. Lebih dari 2.500 gambar dipelajari oleh departemen kehutanan untuk sampai pada angka terbaru.
Para ahli mengatakan bahwa melestarikan jumlah harimau adalah pekerjaan yang sedang berlangsung. “Kami terus berupaya meningkatkan populasi harimau, dan upaya kami membuahkan hasil yang baik karena jumlah harimau bertambah delapan dalam sensus terakhir,” kata Modinul Ahsan, Wakil Direktur Proyek dengan Bangladesh Forest Development, kepada Arab News.
Dalam beberapa tahun terakhir, pihak berwenang melakukan patroli sepanjang waktu di hutan untuk memantau pemburu liar dan menciptakan lingkungan pembiakan yang aman bagi harimau. “Kita perlu meningkatkan sumber daya manusia dan logistik untuk menjaga hutan lebih efektif. Diperlukan studi lapangan untuk memastikan dampak perubahan iklim terhadap populasi harimau,” lanjut Ahsan.
Departemen kehutanan sedang merencanakan proyek konservasi harimau yang diharapkan akan siap pada awal 2021 dengan perkiraan biaya 400.000 Dolar AS atau sekitar Rp5,6 miliar. “Sebagai bagian dari proyek, kami akan melakukan sensus perangkap kamera lagi. Selain itu, akan ada fokus khusus untuk mengurangi konflik antara manusia dan harimau,” tambah Ahsan. (NE)