Indonesiainside.id, Jakarta–Jagat twitter dalam dua hari ini dihebohkan dengan postingan soal fetish bungkus “kain jarik” yang menyerupai mayat. Trending fetish kain jarik ini muncul setelah netizen dengan akun @m_fikris membuat sebuah utasan “Predator “Fetish Kain Jarik” Berkedok Riset Akdemik dari Mahasiswa PTN di SBY”. Fikris mengaku telah menjadi “korban” pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengguna media sosial bernama Gilang.
Lalu apa sih sebenarnya fetish yang menghebohkan itu? Psikolog Inez Kristanti mengatakan orang dengan fetish biasanya memiliki dorongan seksual atau ketertarikan pada bagian-bagian tubuh yang sifatnya non-genital seperti rambut, telapak kaki dan ibu jari kaki atau benda mati.
Lalu, apakah fetish merupakan sebuah gangguan psikologis?
“Belum tentu. Ketika seseorang yang memiliki dorongan seperti ini merealisasikan fetish-nya dengan pasangan yang memberikan persetujuan atau consent (mau sama mau), fetish bisa saja tidak menjadi sebuah masalah,” kata Inez.
Namun, kondisinya menjadi berbeda jika kecenderungan ini sampai menimbulkan distress yang signifikan bagi orang yang mengalami fetish, merugikan orang lain atau memaksa orang lain melakukan fetish yang sebenarnya tidak diinginkan.
Sebagai contoh, seseorang merealisasikan fetish tanpa persetujuan orang yang bersangkutan untuk melakukan aktivitas seksual atau sampai menjadi pengganti (substitusi) pasangan manusia atau menjadi syarat mutlak untuk melakukan aktivitas seksual (hingga mungkin mengganggu kehidupan seksualnya dengan manusia lain). Dalam kasus Gilang “bungkus kain jarik” korbannya tidak menyadari jika dirinya sedang menjadi objek fetish.
Menurut Inez, pada kasus ini seseorang bisa mengkonsultasikan kondisinya kepada pakar kesehatan mental untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai.
“Diagnosis fetishistic disorder bisa diberikan oleh mental health professional,” ujar dia.
Predator "Fetish Kain Jarik" Berkedok Riset Akdemik dari Mahasiswa PTN di SBY
A Thread pic.twitter.com/PT4G3vpV9J
— mufis (@m_fikris) July 29, 2020
Pendapat serupa juga diungkapkan psikolog klinis dewasa Nirmala Ika. Untuk memastikan seseorang dengan fetish perlu ada pemeriksaan langsung oleh para ahli kesehatan.
Nirmala juga tak bisa serta merta menyebut fetish sebagai salah satu bentuk penyimpangan seksual. Menurut dia, perilaku disebut penyimpangan seksual jika minimal selama enam bulan terus terfokus pada fantasi dan membuat dia tidak bisa berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-harinya.
“Karena pikirannya fokus di situ, dan mulai melakukan tindakan-tindakan yang menganggu misalnya sampai mencuri, atau bahkan hingga melakukan tindakan kriminal yang lebih berat lagi demi mendapatkan obyek yang dia inginkan,” demikian jelas Nirmala. (SD/ ant)