Indonesiainside.id, Jakarta – Aktivis Lingkungan Hidup, Emmy Hafild, memprediksi daerah pesisir pantai utara Jakarta akan terendam banjir rob. Bahkan ia menyebut banjir itu lebih parah dibandingkan banjir dua hari terakhir.
“Seminggu lagi bulan purnama, itu adalah pasang tertinggi, pantura Jakarta akan terendam rob. Kalau rob dan curah hujan bersamaan, menangani akan lebih parah,” kata Emmy melalui laman resminya, Jumat (3/1).
Rob adalah banjir yang diakibatkan air laut pasang (air laut naik) dan menggenangi daratan. Fenomena itu biasanya terjadi saat bulan purnama. Di mana posisi bumi, bulan, dan matahari segaris sehingga daya tarik bulan terhadap air laut menyebabkan pasang menjadi lebih tinggi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut daerah pesisir Jakarta Utara akan terjadi air pasang maksimum pada 9-11 Januari 2019. Pasang maksimum akan terjadi pukul 10.00 WIB pada 9 Januari, pukul 10.00-11.00 WIB pada 10 Januari, dan pukul 11.00 WIB pada 11 Januari.
Fenomena itulah yang akan mengakibatkan banjir rob di kawasan tersebut. Banjir akan bertambah parah jika disertai dengan hujan deras.
Selain itu, Emmy menjelaskan, untuk mengantisipasi banjir melanda Jakarta maka tampungan-tampungan air di Jakarta harus dibuat. Misalnya Waduk Pluit, Waduk Sunter, waduk Pulo Mas, waduk-waduk harus dibangun. Ini karena Polu Mas, Kelapa Gading, dan Sunter aslinya adalah rawa-rawa yang seperti spons, mampu menampung air sebanyak-banyaknya.
“Karena sudah direklamasi, kemampuan menyerap air hilang,” kata Politikus Partai NasDem itu. Dengan demikian, kemampuan menampung kawasan itu harus dibangun kembali melalui pembuatan dan pendalaman waduk. Ini untuk menampung sebagian air permukaan sehingga tidak semua masuk ke sungai.
“Ada 13 sungai yang mengalir ke Jakarta,” kata Emmy. Tak hanya itu, pada awalnya kawasan Depok, Cibinong, dan Sentul adalah kawasan water recharge area. Dulu, kata dia, ada kurang lebih 100 danau atau telaga kecil dan rawa-rawa. Namun saat ini 100 telaga telah hilang. Maka harus dipikirkan membuat kembali telaga-telaga itu.
Sungai-sungai di Jakarta juga menyempit, karena diduduki pemukiman, liar, ataupun legal. Normalisasi atau naturalisasi harus berani berhadapan dengan masyarakat yang bermukim di pinggir kali. Relokasi harus dilakukan, tidak ada cara lain.
Emmy menjelaskan, naturalisasi dalam konteks banjir adalah merestorasi meander-meander sungai, sungai aslinya berkelok-kelok, sekarang diluruskan. Meander-meander fungsinya menahan lajunya air sampai ke muara, karena harus berbelokbelok.
“Kalau lurus maka Iaju air akan kencang sekali. ldealnya memang naturalisasi, tapi jangan berhenti di wacana tapi harus dibuat rencana aksinya,” kata dia.
Naturalisasi atau normalisasi tetap mengharuskan pembebasan lahan di sepanjang sungai. Gubernur Anies Baswedan harus berani merelokasi warga yang tinggal di pinggir sungai. Itu adalah risiko pekerjaan seorang gubenur.
“Tata Ruang DKI Jakarta juga harus diperbaiki. Tata ruang yang memperhatikan kawasan resapan air, sempadan sungai dan drainase harus diterapkan secara konsekwen. Saat ini tata ruang dirubah sesuai dengan kepentingan bisnis. Jakarta tidak punya zoning,” kata dia.(EP)