Indonesiainside.id, Jakarta – Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta mengaku pusing dengan kebijakan pemerintah soal transportasi darat dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk DKI Jakarta. Selain tidak tegas, aturan itu mengambang dan membuat Organda makin susah.
“Pemerintah harusnya tegas membuat keputusan, jangan mengambang seperti itu. Sekarang saja, dengan adanya kebijakan stay at home, itu kan mengurangi mobilitas transportasi angkutan umum, karena mobilitas masyarakat kan berkurang. Sekarang angkutan umum yang beroperasi kurang dari 10 persen, masyarakat sudah sadar,” ujar Shafruhan Sinungan Ketua Organda DKI Jakarta Jumat(10/4).
Menurutnya, baik di Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ataupun Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta tersebut, angkutan penumpang tetap berjalan dengan pembatasan jumlah penumpang dan pembatasan jadwal.
“Dengan aturan yang tidak memberlakukan pencabutan operasional, seakan-akan pemerintah tidak ingin terlibat dalam tanggung jawab sosialnya pada pekerja transportasi,” tudingnya.
Sarana transportasi umum ini adalah salah satu silent carier penyebaran Covid-19, jadi ini kan lucu, tuturnya.
“Kalau kita lihat lagi keputusan terkait transportasi umum ini, pemerintah seakan tidak mau mencegah operasional angkutan umum karena pemerintah menghindari tanggung jawab yang menyertainya, itu kesannya. Padahal semua industri angkutan umum mendukung langkah pemerintah dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19, dari semua lini,” ujar dia.
Terkait PSBB di Jakarta yang mengatur kapasitas penumpang transportasi menjadi hanya 50 persen, dan jam pelayanan hanya pukul 06.00 WIB sampai 18.00 WIB, demi memerangi COVID-19, membuat operator jasa angkutan umum serba salah karena penumpang sudah turun 90 persen sehingga tidak ada keuntungan untuk bisa menutup biaya operasional.
“Harusnya kementerian itu juga bisa melihat data. Kalau memang permintaan sudah kecil, ya, putus saja sekalian. Kalau begini rugi kita. Jadi buah simalakama. Lihat mikrolet, parkir semua, saya lihat terminal bus AKAP juga penumpang tidak ada. Mungkin PSBB besok tinggal 5 persen yang beroperasi,” ujarnya
Shafruhan telah mengirimkan surat pada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memastikan insentif ataupun stimulus untuk angkutan darat yang terimbas.
Dalam suratnya, Organda mengungkap semua moda angkutan umum sudah tidak mampu lagi mempertahankan kelangsungan hidup usahanya sehingga tenaga kerja di sektor industri transportasi terancam dirumahkan dan tidak bekerja, tidak berpenghasilan, atau terancam PHK.
Oleh sebab itu, Organda DKI berharap adanya insentif dari Pemprov DKI Jakarta, seperti pembebasan biaya Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) baik pokok maupun tunggakan.
Selain itu, besar harapan agar pemerintah mampu memberikan bantuan langsung tunai kepada pekerja pengemudi/awak kendaraan, mekanik dan staf sebagai jaring pengaman sosial.
Terakhir, membebaskan semua retribusi daerah yang dikenakan untuk angkutan umum, dan memastikan operator angkutan yang sudah berkontrak dengan TransJakarta agar tetap dibayar penuh baik operatornya maupun pengemudinya sesuai kontrak. (EP/ant)