Indonesiainside.id, Jakarta – Kasus bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Rabu (13/11) pagi menunjukkan bahwa masih ada kelompok masyarakat yang mencari surga dengan jalan pintas. Rabbial Muslim Nasution, 24 tahun, sang pelaku bom bunuh diri, pernah aktif di remaja masjid.
Pertanyaannya, apakah para remaja masjid lalu terpapar radikal? Tentu saja tidak. Karena sejak dia menjadi mahasiswa lalu menikah, ada waktu beberapa tahun yang aktifitasnya tak diketahui. Yang jelas, dia bukan remaja masjid lagi, dan tidak berhubungan dengan teman-temannya ketika masih di remaja masjid, dulu.
Boleh jadi, ketika sudah tak lagi aktif di remaja masjid, Rabbial berhubungan dengan kelompok takfiri (yang mengkafir-kafirkan mereka yang bukan kelompoknya) dan menempuh jalan pintas untuk menggapai surga. Dalam sejarah Islam, kelompok ini dikenal dengan Khawarij. Kelompok inilah yang keluar dari barisan Khalifah Ali bin Abi Thalib, dan membunuh pada saat beliau sedang melaksanakan shalat.
Kelompok Khawarij di era kini, menurut kesepakan para ulama dunia, adalah kelompok ISIS (Islamic State in Iraq and Suriah). Sejak Juni 2014, ketika Abu Bakar Al-Baghdadi (kini sudah tewas) menjadi khalifah, ISIS berubah nama menjadi Islamic State/Daulah Islamiyah. Di Indonesia, muncul jaringan yang punya afiliasi dengan IS, antara lain, Jamaah Ansharu Daulah (JAD) Nusantara dengan berbagai variannya. JAD punya pandangan tersendiri terhadap pemerintah RI. Menurut mereka, Pemerintah dan kepolisian adalah lembaga Thoghut(sesembahan selain Allah Ta’ala) dan karena itu harus diperangi.
Kebenciannya kepada aparat, terutama polisi, cukup dalam. Mengapa? Karena polisi yang selama ini berhadap-hadapan dengan para pelaku terorisme. Karena kekuatan mereka sangat kecil, maka jalan yang ditempuh adalah dengan cara meledakkan diri dengan bom bunuh diri.
Dalam pandangan pelaku, apa yang mereka lakukan, dengan bom bunuh diri itu, adalah Jihad fi Sabilillah. Jika pelaku mati, matinya adalah syahid. Mati syahid berpahala besar. Imam at-Timidzi memerinci pahala mati syahid itu, antara lain, diampuni (seluruh dosanya) pada saat awal terbunuhnya, dinikahkan dengan 72 Bidadari, dan bisa memberikan Syafa’at bagi 70 anggota keluarganya.
Pertanyaannya, benarkah mereka syahid atau bunuh diri? Sedangkan bunuh diri dilarang dalam Islam. Allah berfirman dalam surah An-Nisaa’ ayat 29, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Dalam sebuah hadits yang dinarasikan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang menjatuhkan dirinya dari sebuah bukit lalu bunuh diri maka ia akan menjatuhkan (dirinya) di dalam neraka Jahannam dalam keadaaan kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa yang menenggak racun lalu bunuh diri maka racun itu berada pada tangannya yang ia akan meneguknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sebilah besi maka besinya itu ada di tangannya yang akan ditikamkan ke perutnya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. (HR. Imam Bukhari: 5778, Muslim: 109, an-Nasa’i: IV/ 66-67, at-Tirmidzi: 2043, Ibnu Majah: 3460, 2044, Abu Dawud: 3872, Ahmad: II/ 254, 478, 488-489 dan ad-Darimiy: II/ 192)
Jihad dalam arti perang dibenarkan di daerah yang sedang dilanda perang. Sedangkan Indonesia adalah negeri damai, karena itu yang berlaku adalah dakwah, bukan perang atau memerangi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di saat perang Khoibar, memerintahkan Bilal untuk menyeru kepada manusia dengan mengatakan, “Tidak akan masuk surga kecuali jiwa seorang muslim. Mungkin saja Allah menolong agama ini lewat seorang laki-laki fajir (yang bermaksiat).” (HR. Imam Bukhari: 3062 dan Imam Muslim: 111)
Sebab turunnya hadits tersebut dinarasikan oleh Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu. Bahwa ia mengikuti perang Khoibar. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata bahwa ada pemuda yang mengaku membela Islam, tetapi menurut beliau, “Ia nantinya penghuni neraka.”
Ketika pemuda tersebut mengikuti peperangan, ia sangat bersemangat sampai banyak luka di sekujur tubuhnya. Melihat pemuda tersebut, sebagian orang menjadi ragu dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Ternyata luka yang parah tadi membuatnya mengambil pedang dan membunuh dirinya sendiri. Akhirnya para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, Allah membenarkan apa yang engkau katakan.” Pemuda tersebut, yang katanya ingin berjihad membela agama Allah dan Rasul-Nya, ternyata bunuh diri.
Karena itu, janganlah kita mudah tertipu dan terkagum-kagum pada mereka yang mengatasnamakan pembela agama Allah yang mulia ini. Apalagi yang seakan-akan berada di garis terdepan dalam membela Islam. Caranya? Kembalikan semuanya kepada Al-Quran dan hadits-hadits shahih. Inilah standar yang mesti kita pakai sebagai parameternya. Jika apa yang mereka lakukan atau yang mereka serukan bertentangan denga Quran dan hadits, tinggalkanlah.
Boleh jadi, yang mereka tuju adalah surga. Tapi jika jalan menuju surga itu ditempuh dengan menggunakan peta-jalan yang salah, mereka akan tersesat. Dan surga yang dituju tak kunjung mereka dapatkan. (HMJ)