Oleh: Arfi Bambani Amri
Apa rahasia keberhasilan Singapura meredam penyebaran Covid-19? Faktor pertama tentu adalah geografis negara ini sebagai negara pulau. Singapura bersama Taiwan, Selandia Baru, dan Islandia diuntungkan posisinya sebagai negara pulau sehingga memudahkan mereka melakukan isolasi
Singapura memasuki babak baru menghadapi Pandemi Covid-19. Pemerintah mengumumkan mulai 28 Desember 2020, Singapura masuk Fase 3. Fase ini lebih longgar daripada Fase 2 yang berlangsung sejak 2 Juni 2020.
Salah satu pelonggaran di Fase 3 ini adalah publik bisa berkumpul sampai 8 orang, dari sebelumnya maksimum 5 orang, dan tempat wisata dibolehkan beroperasi sampai 65 persen kapasitas, dari sebelumnya hanya 50 persen. Fase 1 yang dikenal sebagai circuit breaker atau umum disebut lockdown berlangsung sebelum Fase 2 antara 7 April 2020 sampai 1 Juni 2020.
Pengumuman baru ini ditandai dengan kasus Covid-19 yang mendekati nol. Kasus-kasus baru umumnya adalah yang dibawa orang yang baru masuk ke Singapura, sementara yang berkembang di masyarakat (community case) pernah nihil berminggu-minggu.
Sampai tulisan ini dibuat, kematian akibat Covid-19 mencapai 29 orang, sehingga membuat Singapura menjadi negara dengan Case Fatality Rate (CFR) terendah di dunia (A Fouda dkk, 2020).
Apa rahasia keberhasilan Singapura meredam penyebaran Covid-19? Faktor pertama tentu adalah geografis negara ini sebagai negara pulau. Singapura bersama Taiwan, Selandia Baru, dan Islandia diuntungkan posisinya sebagai negara pulau sehingga memudahkan mereka melakukan isolasi (A Fouda dkk, 2020).
Namun tentu itu bukan faktor utama dan satu-satunya, karena China, sebuah negara kontinen, juga berhasil mengendalikan Pandemi, sementara Indonesia sebagai negara kepulauan bisa dikatakan gagal mencegah virus SARS-Cov2 beredar ke pulau-pulau lain di luar Jawa dan Bali. Untuk itu, kita perlu melihat beberapa strategi lain yang dilakukan Singapura.
Kontrol Perbatasan
Ketika China mengumumkan ke dunia keberadaan penyakit ini di Wuhan akhir Desember 2019, Singapura segera bertindak cepat. Pada 2 Januari 2020, Kementerian Kesehatan Singapura mengeluarkan peringatan kesehatan (health advisory) dan menerapkan skrining suhu badan untuk penumpang yang datang dari Wuhan (WC Lee, CY Ong, 2020).
Perlahan-lahan, Singapura memperketat restriksi kepada penumpang dari Provinsi Hubei dan pada akhirnya China daratan secara keseluruhan. Tanggal 30 Januari, Singapura menerbitkan “Darurat Kesehatan Publik” dengan menyarankan warga jangan bepergian ke kawasan yang sedang berjangkit Covid-19.
Singapura kemudian membatasi perbatasan daratnya dengan Malaysia dengan menerapkan skrining ketat dan mewajibkan setiap yang baru masuk dari Malaysia menjalani karantina (stay at-home notice) selama 14 hari. Aturan ini kemudian dikembangkan untuk pengunjung yang datang dari berbagai negara lain, termasuk Indonesia.
Jika yang masuk warga Singapura, maka mereka bisa menjalani karantina di rumah sendiri, namun untuk sebagian besar warga negara asing termasuk Indonesia dan Malaysia, harus menjalani karantina di fasilitas yang disediakan pemerintah Singapura. Jarang muncul di berita ada yang melanggar perintah karantina ini, karena ada ancaman denda 10 ribu dolar Singapura atau 6 bulan kurungan menanti (A Fouda dkk, 2020).
Kemudian setelah menjalani karantina selama beberapa hari, peserta karantina menjalani tes usap Covid-19. Belakangan skrining untuk beberapa negara termasuk Indonesia diperketat dengan kewajiban menyertakan hasil tes COVID-19 negatif yang dilakukan maksimal tiga hari sebelum bepergian. Dan perlu dicatat, yang bisa masuk Singapura pun adalah yang memiliki visa jangka panjang atau khusus.
Kasus-kasus Covid-19 baru di Singapura umumnya diketahui dari metode skrining ini. Namun jarang terdengar para penderita COVID-19 ini sampai harus dilarikan ke rumah sakit, biasanya jika tidak memiliki gejala akan menjalani perpanjangan perintah tinggal di rumah sampai dilakukan tes usap COVID-19 berikutnya untuk memastikan mereka negatif sehingga membuat penggunaan rumah sakit menjadi efisien.
Sarana Kesehatan
A Fouda, dkk (2020) mencatat, intervensi yang dilakukan pemerintah Singapura hanya dalam 21 hari sejak Covid-19 diumumkan muncul di China menjadi kunci yang membuat angka fatalitas Singapura sangat rendah. Bulan Januari 2020, Kementerian Kesehatan Singapura dan Pusat Penyakit Infeksi Nasional telah menyebarkan panduan untuk menangani suspek Covid-19 ke rumah-rumah sakit, dokter umum, dan laboratorium (WC Lee, CY Ong, 2020).
Bulan Januari itu juga Singapura menyiapkan ratusan ranjang gawat darurat untuk suspek Covid-19 yang memiliki gejala parah. Juni 2020, Singapura sudah memiliki 10 ribu ranjang untuk pasien Covid-19 yang sudah membaik sambil menunggu penilaian berikutnya lagi. Kemudian Singapura juga membuat fasilitas untuk tes usap dengan total 4.000 ranjang (A Fouda dkk, 2020).
Selain itu, Singapura juga menggelar rekrutmen SG Healthcare Corps pada 7 April 2020. Rekrutmen ini menyasar para profesional kesehatan swasta untuk bergabung dalam rangka menangani Pandemi. Akhir April, Singapura memiliki 3.000 tenaga tambahan baru untuk melawan Pandemi ini.
Kesiapan Singapura juga tergambar dari upayanya membantu negara-negara di sekelilingnya. Majalah Tempo edisi 16 Maret 2020 melaporkan, Singapura menawarkan bantuan tes Covid-19 buat Indonesia pada pertengahan Februari 2020. Dan Indonesia butuh sebulan untuk merespons kebaikan tetangga ini.
Contact Tracing
Teknik pengawasan pertama kali digunakan untuk orang yang bekerja di fasilitas kesehatan, tenaga medis atau bukan. Mereka diwajibkan melaporkan suhu badan mereka dua kali sehari. Jika suhu mereka lebih dari 37,5 derajat Celsius, mereka tidak boleh bekerja dan diminta cari bantuan medis (WC Lee, CY Ong, 2020).
Ketika ada kasus baru Covid-19, kepolisian Singapura dengan bantuan aplikasi TraceTogether yang dibikin khusus untuk contact tracing melakukan penyelidikan terhadap siapa saja yang berinteraksi dengan penderita. Berkat aplikasi ini, otoritas Singapura berhasil membongkar beberapa cluster besar penyebaran Covid-19 sehingga mencegah penyakit tersebut beredar lebih luas (WC Le dkk, 2020).
Aplikasi TraceTogether ini dirilis pertama kali 20 Maret 2020 dan kini berkembang dengan menggunakan token untuk yang tidak menggunakan telepon pintar. Fungsinya, akan memberi tahu jika kita berdekatan dengan penderita Covid-19 ketika berada di tempat umum.
Institusi-institusi nonpemerintah seperti perusahaan besar dan perguruan tinggi juga mengembangkan aplikasi yang mirip dengan TraceTogether. Mahasiswa National University of Singapore menggunakan aplikasi uNivUs sebagai alat tracking dan tracing. Otoritas NUS menyebut sedang mengupayakan integrasi aplikasi ini dengan TraceTogether.
Aplikasi ini dipakai untuk melaporkan suhu badan dua kali sehari dan juga sebagai alat peringatan untuk tidak beraktivitas di luar zona yang dibolehkan. Aplikasi ini juga melakukan undian berhadiah bagi mahasiswa dan staf yang rajin melapor dua kali sehari. Jika Anda malas melapor dalam kurun waktu tertentu, maka akan ada pengurangan merit point yang bisa berujung pada sanksi tertentu dari pihak universitas.
Perilaku Warga
Membuat warga mematuhi protokol kesehatan menjadi kunci utama keberhasilan Singapura meredam Pandemi Covid-19. Sebelum Badan Kesehatan Dunia (WHO) resmi mengumumkan Pandemi Covid-19, Kementerian Kesehatan Singapura telah mengimbau publik untuk meningkatkan kebersihan, mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencari pengobatan jika mengalami sakit (WC Lee dkk, 2020).
Namun ketika wabah semakin merebak, per 7 April 2020, Singapura melakukan lockdown yang disebut sebagai Circuit Breaker. Di fase yang disebut Fase 1 ini, semua kegiatan yang non-esensial tidak boleh beroperasi, warga diminta berada di rumah, sekolah dan tempat ibadah ditutup.
Ketika angka terjangkit terus menurun, Singapura baru melonggarkan penutupan ini ke Fase 2 pada awal Juni 2020. Di fase ini, sekolah, restoran, dan tempat usaha kembali beroperasi dengan protokol kesehatan yang ketat misal hanya maksimum satu meja berlima dan wajib penggunaan masker. Jika duduk di restoran atau kafe, jika tidak makan atau minum, diminta tetap mengenakan masker. Ada ancaman denda jika tak mengenakan masker di tempat umum kecuali untuk makan, minum, atau berolahraga.
Di Fase 3 yang akan datang, masker tetap menjadi satu protokol kesehatan. Pemerintah Singapura tahu beberapa riset sudah membuktikan efektivitas masker mencegah penyebaran droplet saat berbicara, bersin, dan batuk. Sebuah riset juga menemukan tanpa masker, efektivitas cuci tangan juga jadi hilang. (VC-C Cheng dkk, 2020). Itulah mengapa Singapura tetap mewajibkan pakai masker saat keluar rumah. (Aza/AA)
* Arfi Bambani Amri: Mahasiswa Master Administrasi Publik, Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, dilansir Anadolu Agency