Membaca Sikap Presiden Jokowi
Opini sebelumnya, ( Saling Berpantun Simbol Tanpa Suara, Minggu, 13/Juni), itu cara Presiden Jokowi mengirimkan “simbol” lebih memilih ke Jawa Tengah ketimbang menghadiri gelar Profesor Kehormatan. Itu artinya, lebih memilih Ganjar Pranowo ketimbang pasangan Prabowo-Puan.
Simbol yang dikirim itu, bisa ditafsir sebagai pemihakan Jokowi pada Ganjar. Simbol yang agak terang-terangan, itu bisa disebut tidak lagi sebagai pesan tersirat. Tidak mustahil pada saatnya, Jokowi yang sebagai petugas partai, itu pun akan menyebut nama Ganjar Pranowo sebagai pilihannya.
Jika itu disampaikannya pada publik sebelum clear PDI-P mendukung Ganjar Pranowo, maka itu pertanda bahwa Presiden Jokowi sudah benar-benar menanggalkan pakaiannya sebagai petugas partai.
Tanda-tanda pada saatnya “meninggalkan” PDI-P, itu tersirat memang sedikit tampak saat Presiden Jokowi bicara pada para relawan, agar tenang saja bahwa pada saatnya ia (Jokowi) akan bicara tentang sikapnya. Dan itu tentang siapa yang akan didukungnya. Ojok kesusu (jangan terburu-buru), ujar Jokowi menenangkan relawan.
Apa yang dilakukan Presiden Jokowi, itu memang aneh saat relawan menjadi pihak yang diajak bicara tentang kepemimpinan nasional. Memangnya yang non relawan itu bukan rakyatnya juga. Mestinya relawan itu bubar saat presiden itu terpilih. Bukan dipelihara sepanjang dia menjabat, dan digunakan sebagai pembelanya di luar parleman. Ini yang menjadikan keterbelahan di tengah masyarakat.
Pertanyaan lanjutannya, untuk apa dan memiliki faedah apa pilihan Presiden Jokowi dengan “melawan” partai yang memberikan banyak kesempatan padanya, bahkan sampai menjadi presiden dua periode. Maka tidak ada yang bisa menjawab dengan tepat pertanyaan atas pilihan Jokowi itu. Tapi yang pasti, bahwa tidak ada hal yang diperhitungkan kecuali untuk kepentingannya pasca jabatannya berakhir.
Maka pertanyaan berikutnya, adakah kekuatan luar yang super kuat yang mendorong Presiden Jokowi harus bersikap memilih Ganjar Pranowo, itu pun tidak ada yang bisa menjawab dengan tepat. Tapi berbagai kepentingan yang menghendaki Jokowi tiga periode, yang suaranya sudah mulai redup karena tantangan yang kuat tidak menghendaki, itu bisa dilanjut oleh Ganjar Pranowo. Apakah itu jawabannya, sekali lagi tidak ada yang tahu persis soal itu. Meski banyak yang sepakat melihatnya demikian. (*)
*Ady Amar, pemerhati masalah-masalah sosial