Landasan keadilan adalah iktikad baik – Cicero
Habib Rizieq Shihab, masih ditahan dengan alasan mengada-ada, itu jika tidak mau dikatakan absurd. Ditahan untuk 30 hari kedepan, yang mestinya tanggal 9 Agustus, ia bebas. Tapi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT), yang memutuskan ia belum dapat menghirup udara bebas.
Alasan mengada-ada itu, berkenaan dengan penetapan penahanan berdasarkan perkara RS Ummi (No 225/Pid.Sus/2021/PN Jak.Tim), yang belum ditetapkan keputusannya. Itu agar Habib Rizieq tidak menghilangkan barang bukti atau melarikan diri. Padahal semua barang bukti sudah ada di PT DKI Jakarta. Lalu alasan melarikan diri, tampak dipaksakan dan ini seolah dikhususkan untuknya.
Tidak ada alasan menahan haknya untuk bebas, yang lalu dicarikan pembenar mengada-ada bahkan absurd untuk tetap menahannya. Mengapa mesti terus-menerus berlaku zalim pada Ulama satu ini. Bukankah sikap kooperatif sudah ditunjukkan Habib Rizieq, selama mengikuti jalannya sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.
Juga selama menjalani masa tahanan, Habib Rizieq menjalaninya dengan baik. Mestinya ini jadi pertimbangan untuk tidak bermain-main dengan mengabaikan hak-haknya. Jika tidak, apa yang digambarkan pengacaranya, bahwa hukum dikendalikan dan jadi alat kekuasaan, itu menjadi benar adanya.
Sudahilah melakukan penzaliman atas Habib Rizieq, umat melihat dan mencatatnya dengan baik. Jika saat ini umat tampak tidak bereaksi, itu bisa jadi sekam yang akan menguatkan respons untuk meledak pada saatnya. Ini yang mestinya dihindari untuk tidak bermain-main dengan penzaliman seolah tanpa ujung.
Kasus RS Ummi, itu kasus mengada-ada dan dipaksakan agar Habib Rizieq mendapat hukuman diluar batas kemanusiaan. Kasus yang mestinya, jika mau dipaksakan hanya masalah menutupi kondisi positif Covid-19, itu digiring pada pasal yang menimbulkan keonaran, meski keonaran yang ditimbulkan tidak dapat dibuktikan. Tapi Majelis Hakim yang mengadili yang “maha kuasa” itu, memutus dengan hukuman 4 tahun penjara. Zalim.
Sabar pun Ada Batasnya
Habib Rizieq Shihab sekembali dari “tanah pengasingan” Mekkah, Saudi Arabia, ia seolah ditarget untuk dihentikan langkah-langkah dakwahnya. Maka segala cara dilakukan. Dikuntit segala geraknya, dicari kesalahannya, meski tidak ada hal yang bisa dianggap pelanggaran, mesti dikenakan sebagai pelanggaran.
Dari mulai kerumunan Petamburan, saat menikahkan putrinya, dan kerumunan Megamendung, Bogor. Hal ini dianggap kesalahan buat Habib Rizieq, tidak cukup dijerat dengan kesalahan administratif, tapi juga pidana. Padahal kesalahan sejenis juga dilakukan pihak lain, tapi aman-aman saja. Tidak tersentuh hukum, meski hukum administratif.
Maka anekdot yang mengatakan, bahwa hukum itu cuma ada di Petamburan, menjadi benar adanya. Petamburan adalah tempat tinggal Habib Rizieq, dan Markaz FPI, yang lalu organisasi yang didirikannya dibubarkan dengan semena-mena. Lagi-lagi dengan alasan mengada-ada yang dipaksakan. Dan sebelum itu, diawali dengan terbunuhnya 6 laskar FPI, laskar yang mengawal Habib Rizieq.
Peristiwa kejahatan kemanusiaan itu terjadi di Km 50 Jakarta-Cikampek. Sudah lebih delapan bulan, peristiwa itu belum terkuak, apalagi pelakunya bisa diseret ke pengadilan. Hanya disebut “sayup-sayup” adanya 3 polisi yang terlibat dalam pembunuhan, dan pelaku yang satu disebutkan sudah meninggal. Siapa nama tiga polisi itu, pun belum diungkap. Peristiwa pembunuhan sadis ini seolah bukan hal serius, dibanding peristiwa RS Ummi.
Tampaknya keadilan sejati sulit bisa didapatkan Habib Rizieq dan FPI, juga apalagi keadilan atas terbunuhnya 6 laskar FPI. Justru yang muncul sikap zalim tiada henti terhadap Habib Rizieq, yang seolah tak berujung.
Terus mencoba “mengundang” kesabaran umat menyikapi apa yang dilihatnya. Sampai kapan bisa ditolerir, itu yang sulit untuk dijawab. Semua tentu ada batasnya, dan jika batas itu memuncak jadi kemarahan, tentu ledakannya akan dahsyat. Itu yang tidak diharapkan. Dan, semoga itu tidak terjadi.
Langkah bijak jika penguasa pun tidak terus menampakkan sikap jumawa, pastinya itu tidak menguntungkan yang bisa menghadirkan hidup damai, yang semestinya jadi harapan.
Sekali lagi, Hentikan menzalimi Habib Rizieq Shihab… Gusti Allah mboten sare. (*)