Judul buku: Diplomasi Membumi
Penulis: Dr. Darmansjah Djumala, M.A.
Penerbit: Kompas, Jakarta, 2021, XLIX + 518 halaman
Bagi Sebagian orang, tugas seorang diplomat adalah menjadi “PR” bagi negara yang diwakilinya. Dalam realitanya, ternyata tugas seorang diplomat idak sekadar menjelaskan posisi negaranya di pentas global. Seorang diplomat dituntut untuk mampu melihat, mendengar, lalu mengkomunikasikannya secara benar kepada pihak-pihak terkait. Atas dasar itulah, sebenarnya, seorang diplomat hakekatnya adalah seorang generalis yang mampu menjelaskan segala persoalan, baik politik-ekonomi-sosal-budaya-militer secara piawai.
Oleh sebab itulah, seorang yang diangkat menjadi Duta Besar untuk sebuah negara tetentu, ia mestilah orang yang terpilih secara intlektual. Wawasan nasional sekaligus globalnya terasah dan mampu berdiskusi tentang politik luar negeri dari negara yang diwakilinya. Oleh sebab itu, dari kalangan diplomat, adalah wajar jika ada yang punya talenta, tidak saja dalam berdiplomasi, tetapi menyusun narasi secara tertulis. Darmansjah Djumala adalah satu di antaranya. Doplomay senior ini sudah malang melintang di blantika kediplomatan. ia pernah bertugas di Asia, Amerika Serikat, Eropa Timur dan Eropa Barat. Terakhir sebagai Duta Besar Indonesia untuk Austria, Slovenia, dan PBB di Wina (Mei 2017 – Oktober 2021).
Penulis buku Soft Power untuk Aceh: Resolusi Konflik dan Desentralisasi (Gramedia, 2013) ini kini membukukan karya terbarunya dengan judul “Diplomasi Membumi”. Buku yang terdiri dari 8 bagian itu membahas dunia diplomasi dengan segala problematikanya. Menjadi diplomat di era Pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu perhatiannya dan dituangkannya dalam beberapa artikel yang terkait dengan masalah tersebut.
Dalam kaitannya dengan pandemi yang mengglobal itu, menurut Darmansjah, banyak negara yang menyetop ekspornya, terutama yang berkaitan dengan alat-alat kesehatan. Hal ini karena dikhawatirkan negara-negara pengekspor akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Apalagi dalam rezim perdagangan GATT-WTO pelarangan ekspor tersebut tidak dilarang. Hal itu termaktub dalam Artikel 11 ayat 2, pelarangan ekspor boleh dilakukan sementara untuk mengatasi kekurangan kritis bahan pangan atau produk esensial lainnya, termasuk di dalamnya alat-alat Kesehatan. Dalam pandangan Darmansjah, pelarangan ekspor alat-alat kesehatan itu akan bersifat sementara. Jika vaksin untuk Covid 19 telah bisa digunakan secara masala di berbagai negara, pandemic menurun, maka perdagangan global secara terbuka akan Kembali normal.
Kehadiran buku ini, yang merupakan kumpulan tulisan tersebar di berbagai surat kabar dan majalah sejak pemerintahan Orde Baru sampai era kekinian, telah memberikan pemahaman bahwa menjadi diplomat bukan sekadar profesi atau keahlian bermain kata. Seorang diplomat harus “membumi” agar kiprahnya bernilai manfaat untuk bangsa dan negara. Dan Darmansjah telah membuktikan hal itu. Ia adalah sosok diplomat yang nyaris sempurna. Merintis karir sebagai diplomat, menyelesaikan studinya sampai S-3, dan menjadi dosen Hubungan Internasional di FISIP Universitas Pajajaran (Bandung) dan Universitas Sriwijaya (Palembang). Dengan latar belakang seperti itu, maka karya-karya tulisnya tidak sekadar narasi, tetapi penuh isi, dan solusi untuk bangsa dan dunia global.