Tahun itu ibarat pohon dan Bulan Rajab adalah masa berseminya dedaunan, Bulan Sya’ban bagaikan masa berbuah, sedengkan Ramadhan adalah masa memanen, dan orang-orang mukmin yang akan memanennya!~Ibnu Rajab Al-Hanbali.
Allah telah menetapkan bahwa ada bulan-bulan tertentu memiliki nilai dan keistimewaan tertentu untuk melaksanakan ibadah tertentu dibandingkan dengan bulan yang lain. Sebaliknya, jika melakukan dosa, kezaliman dan kemaksiatan pada bulan-bulan tertentu dosanya pun dilipatgandakan dengan hitungan tertentu.
Dalam setahun, ada duabelas bulan, dan empat di antaranya termasuk kategori istimewa dibandingkan yang lain sehingga diberi nama khusus oleh Allah sendiri, yakni “Bulan Haram”. Berikut saya kutif dari Al-Qur’an, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ada duabelas bulan, sebagaimana dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam keempat bulan itu, (QS. At-Taubah: 36).
Ayat di atas ditafsir dan diperjelas secara rinci oleh Nabi Muhammad lewat hadis yang dinarasikan oleh Abu Bakrah dan dirawikan oleh Imam Bukhari (174) dan Muslim (1679). Sabdanya,
“Sesungguhnya zaman itu berputar, sebagaimana bentuknya sejak hari dimana Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada duabelas bulan, di antaranya ada empat bulan haram, tiga yang saling berurutan yakni: Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram. Ada pun Rajab, berada antara Jumada Tsani dan Sya’ban.
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali, dalam “Lathaiful Ma’arif Fiima Limawaashimil ‘Aam Minal-Wazha’if, menukil beberapa pendapat ulama yang mempertanyakan kemuliaan empat bulan tersebut. Makanah yang paling mulia?
Pendapat yang mengatakan bahwa Bulan Rajab adalah termulia dibandingkan lainnya. Ini diperpegangi oleh penganut Mazhab Syaf’i, tetapi menurut ulama besar Mazhab Myafi’l, Imam An-Nawawi, pendapat ini lemah. Pendapat lain adalah Muharram yang terbaik, ini pendapat Hasan Al-Bashri dan dikuatkan oleh An-Nawawi, ada lagi yang berkata, Dzul Hijjah sebagaimana diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair, dan menurut Ibnu Rajab, terakhir ini yang terkuat.
Bulan Zakat
Ibnu Rajab menulis, sebagaimana diriwayatkan dari Amr bin Abi Qais dari Ibnu Abi Laila. “Berkenaan dengan zakat, maka penduduk negeri ini [Arab] telah terbiasa mengeluarkan zakat pada Bulan Rajab, padahal tidak ada landasan hukumnya dalam hal tersebut dari hadis dan tidak seorang pun dari kalangan salafush-shaleh yang melakukannya kecuali yang diriwayatkan bahwa pernah Utsman bin Affan, berkhutbah di hadapan manusia di atas mimbar, ia berseru, Sesungguhnya bulan ini adalah waktu menunaikan zakat bagi kalain, siapa saja yang memiliki utang, maka hendaknya ia melunasi utangnya kemudian ia bayarkan zakat dari sisanya, (HR. Imam Malik dalam Al-Muwaththa’).
Sebab ucapan Utsman bin Affan itu wujud karena saat itu bertepatan dengan waktu orang-orang Arab mengeluarkan zakat hartanya karena telan memenuhi nishab dan haul namun mereka lupa akan hal itu. Bagaimana pun juga pada prinsipnya zakat itu wajib dikeluarkan jika telah genap satu tahun (haul) dan mencapai nishab. Karena setiap orang berbeda-beda dalam hal mengeluarkan zakat harta yang berdasar pada haul dan nishab.
Jika haul telah mencapai satu tahun dan genap nishab, maka wajiblah mengeluarkan zakat pada bulan apa pun. Dan jika muzakki menyegerakan zakatnya sebelum genap satu tahun, maka berdasarkan mayoritas [jumhur] ulama hal tersebut cukup baginya. Dalam masalah ini, tidak ada bedanya, apakah menyegerakan pembayaran zakat itu untuk mendapatkan waktu yang utama atau untuk mencari kesempatan untuk menyalurkan zakat bagi orang yang sedeng membutuhkan, atau karena kesulitan membayar zakat yang telah mencapai nishab. Dengan demikian, kapan pun waktunya dalam setahun merupakan kemudahan baginya. Imam Mujahid meriwayatkan bahwa bolehnya menyegerakan zakat dengan alasan ini, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Imam Malik dan Ahmad bin Hambal membolehkan memindahkan zakat dari satu negeri ke negeri lain yang lebih berhak menerima zakat, (Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali, dalam “Lathaiful Ma’arif Fiima Limawaashimil ‘Aam Minal-Wazha’if, 2010).
Membayar zakat, mengeluarkan infak, sedekah baik dengan harta maupun non harta, serta memperbanyak amal shaleh lainnya adalah bentuk daripada tata cara memuliakan bulan haram, terutama di Bulan Rajab ini, yang sebentar lagi akan masuk Ramadhan. Rajab pada hakikatnya adalah landasan pacu untuk landing ketika Ramadhan tiba. Bahkan, secara istimewa Nabi berdoa pada bulan ini, “Allahumma baarik lanaa fi rajab wa sya’baan wa ballighna ramadhan. Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikan kami kepada Bulan Ramadhan!”, (HR. Ahmad).
Dalam hadis ini, ada petunjuk bahwa kita dianjurkan berdoa kepada Allah agar dipanjangkan umur sehingga masa-masa utama mengerjakan amal shaleh digapai. Sebab, rumusnya, ketika bertambah usia orang beriman, maka bertambah pula amal kebaikannya, dan manusia yang terbaik, panjang umur dan banyak kebajikannya.
Bulan Rajab adalah kunci bulan-bulan kebaikan dan keberkahan, Abu Bakar Al-Warraq berkata, “Bulan Rajab adalah bulan menanam, Bulan Syaban adalah bulan mengairi tanaman, sedangkan Ramadhan adalah waktu memetik hasilnya”. Dalam kesempatan lain ia berkata, “Perumpamaan Bulan Rajab adalah seperti angin, Bulan Sya’ban laksana awan, dan Bulan Ramadhan seperti hujan!”. Sebagian ulama berkata–sebagaimana dinukil Ibnu Rajab, Tahun itu ibarat pohon dan Bulan Rajab adalah masa berseminya dedaunan, Bulan Sya’ban bagaikan masa berbuah, sedengkan Ramadhan adalah masa memanen, dan orang-orang mukmin yang akan memanennya!
Sungguh pantas, siapa saja yang telah mengisi catatan hariannya dengan noktah-noktah dosa dan maksiat untuk memutihkan kembali. Dan, berjalan di jalan yang benar sebagai jalan untuk menghapus kesalahan pada bulan mulia ini. Jangan menganggur untuk berbuat baik, mari penuhi catatan harian kita dengan goresan-goresan tinta amal shaleh dari Raqib, Sang Pencatat Kebaikan. Wallahu A’lam!