Akhir-akhir Ini, penceramah Yusuf Mansur mendapat kritikan dari berbagai pihak. Ada wartawan Thayyibah seperti Saudaro Arief Bakuama yang sejak 2015 sudah mulai melakukan kritikan-kritikan kepada Yusuf Mansur. Belakangan, saudara Sudarso menjadi Youtuber dan mewawancarai korban-korban Yusuf Mansur. Ada ulama seperti ustadz Tabrani Sabirin dan ustadz Athian M Ali Da’i ada akademisi seperti Ali Syarif dan Ade Armando, dan masih banyak lagi.
Adapun kritikan-krtikan kepada Yusuf Mansur terkait dengan investasi yang iagalang, sejak tahun 2009. Dimulai dengan investasi batu bara, patungan usaha, patungan asset, Condotel Moya Vidi, tabung tanah, dan sebagainya.
Sebenarnya,kritikan-kritikan yang dialamatkan kepada Yusuf Mansur adalah bagian dari nahi mungkar. Selama ini Yusuf Mansur mengajak jamaah berinvestasi dilakukannya secara terbuka, lewat pengajian,ceramah dan seminar. Maka pertanggungjawaban publik mesti dilakukan secara terbuka pula. Antara lain, lewat pemberitaan di media massa. Bagaimana jika umat diam seribu bahasa? Ini yang pernah dilakukan oleh Bani Israil dan Allah Ta’ala melaknatnya melalui lisan Nabi Dawud Alaihis Salam dan Nabi Isa Alaihis Salam, sebagaimana tersurat dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 78-79, “Orang-orang kafir dari Bani Israel telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling menceah perbuatan mungkar yang selalu merka perbuat. Sungguh, sangat buuk apa yang mereka perbuat.”
Bani Israel dilaknat oleh Allah karena mereka tidak saling melakukan nahi mungkar atas kemungkaran yang mereka lakukan.
Jadi, perbuatan mungkar tidak boleh didiamkan. Pelakunya harus disadarkan, lewat nasihat, lewat tulisan, dan lewat jalur hukum. Jika tidak ada yang melakukan nahi mungkar, maka laknat Allah Ta’ala akan menimpa kita semua.
Bernahi mungkar inilah perbuatan ghibah yang diperbolehkan. Ghibah adalah membuka aib seseorang ketika yang bersangkutan tidak ada di tempat. Ajaran Islam melarang seseorang mengghibah. Dalam praktiknya, ghibah banyak disalahpahami oleh masyarakat. Ternyata, tidak semua ghibah itu terlarang. Adalah Imam Nawawi (wafat 24 Rajab 676 H), penulis kitab Riyadhush Shalihin ini memberi catatan bahwa ada 6 keadaan bahwa ghibah itu diperbolehkan. Salah satunya adalah terkait dengan perbuatan fasik. Yakni, perbuatan yang menyelisihi syariat Allah dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Melakukan kebohongan publik adalah perbuatan fasik. Pendapat Imam Nawawi itu dituangkan dalam Kitab Riyadhush Shalihin Bab 256.