Penulisan Al-Qur’an sudah dimulai sejak era Rasulullah SAW. Meski pada saat itu Al-Qur’an lebih banyak dihafal oleh para sahabat. Itu berkaitan dengan tradisi masyarakat Arab yang lebih familiar dengan hafalan ketimbang dunia baca-tulis.
Di sisi lain, pada masa Nabi SAW, jumlah orang yang bisa membaca dan menulis masih sedikit. Hanya bisa dihitung jari. Media tulisan pun terbatas pada pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Tulisan semacam itu bisa ditemui di salah satu museum Masjid Nabawi.
Nah, berikut ini sejara singkat penulisan Al-Qur’an dari zaman Rasulullah hingga era Khalifah Utsman bin Affan, dirangkum dari ceramah Khanova Maulana Lc Al Hafidz, Pemilik Sanad Al-Qur’an dengan Qiroat Asyroh:
Era Rasulullah SAW
Pada zaman Nabi SAW, Al-Qur’an masih ditulis pada pelepah kurma, papan, kulit binatang, tanah keras, batu dan lain-lain. Beberapa sahabat memiliki catatan kumpulan wahyu ilahi ini. Di antara sahabat yang masyhur sebagai penulis wahyu adalah Zaid bin Tsabit. Tatkala Kalamullah diturunkan, beliau segera memanggilnya seraya berpesan:
ادعوا لي زيدًا و ليجئْ باللوح و الدواة
“Panggillah Zaid untukku, serta hendaknya dia membawa lauh (alat tulis) dan tinta” (HR Bukhari dan Muslim).
Berkenaan dengan hal itu, Zaid bin Tsabit menyatakan: “Aku adalah jar (tetangga) Rasulullah. Apabila turun wahyu, beliau mengutus (seseorang) kepadaku, maka aku pun menulis wahyu tersebut” (HR Abu Dawud).
Salah seorang Tabi’in, Muhammad bin Syihab az-Zuhri, berkata: “Rasulullah wafat, dan saat itu (ayat-ayat) Alquran belum terkumpul pada sesuatu (dalam satu kitab). Ia masih berada pada pangkal dan pelepah kurma” (Jami’ul Bayan).
Era Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq, geliat penulisan Al-Qur’an mulai dilakukan. Itu karena banyak qari dan pengafal Al-Qur’an yang syahid pada Perang Yamamah pada tahun ke-12 Hijriah. Ada sekitar 50 qari, termasuk sahabat yang ahli Qur’an yaitu Salim maula Abu Hudzaifah.
Sang Khalifah memerintahkan Zaid bin Tsabit mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Itu karena Abu Bakar khawatir terhadap sanadisasi Al-Qur’an karena banyak hafidz yang wafat. Zaid bin Tsabit Ra berkata: “Abu Bakar Ra. memanggilku saat kami berada di medan Yamamah (setelah diketahui tentang gugurnya tujuh puluh hufazh) dan ketika itu terlihat Umar bin Khattab duduk di sisinya.
Kemudian, Khalifah Abu Bakar berkata: “Tadi Umar bin Khattab menemuiku dan berkata bahwa pertempuran di Yamamah itu amat mengerikan dan begitu dahsyat sampai para huffazh berguguran dan aku khawatir hal ini berlanjut pada kelompok muslimin lainnya sehingga banyak ayat yang hilang. Karena itu menurut pendapatku, sebaiknya engkau mengumpulkan Al-Qur’an.”
Namun sebelum semua isi Al-Qur’an tertulis dalam satu mushaf, Khalifah Abu Bakar wafat. Maka suhuf-suhuf yang telah terkumpul pada masa beliau disimpan di kediaman Umar bin Khattab yang kemudian dipegang oleh Hafshah binti Umar.
Era Umar bin Khattab
Umar bin Khattab menggantikan posisi Abu Bakar sebagai khalifah. Saat melakukan ekspansi perluasan dakwah Islam ke beberapa daerah, Umar turut mengirim Ahlul Qur’an terbaik ke Persia dan Romawi. Umar berkata “Kami kirimkan kepada kalian salah satu dari qurro’ terbaik (Abdullah bin Mas’ud)”. Satu-satunya orang yang bacaannya seolah-olah hadir saat wahyu itu diturunkan.
Nabi Muhammad SAW. bersabda “barang siapa ingin membaca Al-Qur’an persis seperti diturunkannya, maka hendaklah dia membaca dengan bacaan Ibnu Mas’ud”. Adapun daftar orang-orang yang dikirimkan pada zaman Khalifah Umar bin Khattab tersebut, adalah:
- Abu Musa Al-Asy’ari ke Bashrah.
- Abdullah bin Mas’ud ke Kufah.
- Mu’adz bin Jabal ke Palestina.
- Abu Darda ke Damaskus.
- Ubadah ke Suriah.
Era Utsman bin Affan
Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, tulisan-tulisan Al-Qur’an di tangan para sahabat dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit. Pada zaman Utsman bin Affan, muncul beberapa qira’at di tengah umat Islam. Hudzaifan bin Yaman yang mendengar berita ini melapor kepada Khalifah Utsman. Dia melaporkan agar Utsman menyelesaikan masalah tersebut agar tidak terjadi pertikaian mengenai kitab suci seperti yang terjadi pada kaum Nasrani dan Yahudi.
Utsman mengambil lalu mengumpulkan para pembesar, termasuk Ali bin Abi Thalib. Dia meminta pendapat apa yang seharusnya kita lakukan. Dari situ muncul keputusan untuk mengumpulkan semua tulisan Al-Qur’an dalam satu mushaf.
Utsman lalu membentuk tim pengganda Al-Qur’an yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit. Anggota dari tim itu antara lain Abdullah bin Zubair, Al Harits bin Hisyam, dan Sa’id bin Al-Ash. “Jika kalian menemukan perbedaan, maka tulislah dengan lisan Quraisy,” kata Utsman kepada tim tersebut.
Setelah Al-Qur’an dikumpulkan menjadi satu mushaf, Utsman lalu mengirim salinan mushaf ke negeri-negeri umat Islam. Pada era Utsman terjadi standarisasi penulisan Al-Qur’an yang dikena sampai saat ini. (*)