“Aku tidak pernah melihat sesuatu yang bisa mengenyangkan akal dan ruh, menjaga kesehatan badan mengekalkan kebahagiaan, melebihi memperbanyak membaca Al-Qur’an. ” — Ibn Taimiyah.
Secara bahasa, para ulama berbeda pendapat dalam memaknai Alquran. Al-Qththan berpendapat bahwa ‘qara’a’ memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun, dan ‘qara’ah’ berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan lainnya dalam satu ungkapan yang teratur. Alquran itu asalnya sama dengan ‘qira’ah’ yang berakar dari kata (masdar-infinitif) ‘qara’a, qira’atan, wa qur’anan’. Maka kita bisa berkata, qara’tuhu, qur’an, qira’atan, wa qur’anan, dalam konteks ini yang dibaca sama dengan qur’an merupakan objek bacaan.
Secara khusus, Alquran menjadi nama bagi sebuab kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, maka ia telah menjadi sebuah identitas, sama dengan nama kitab-kitab serupa sebelumnya, Zabur yang diturunkan pada Nabi Dawud, Taurat kepada Nabi Musa, dan Injil untuk Nabi Isa. Namun, sebutan Alquran tidak terbatas pada sebuah kitab dengan seluruh isinya. Akan tetapi bagian dari ayat-ayatnya juga dinisbahkan padanya. Jika kita mendengar satu ayat dibaca, maka dikatakan, itu bacaan Alquran, (Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulumil-Qur’an: 2004)
Secara istilah, Alquran merupakan kalam Allah dalam bentuk mukjizat yang diturunkan kepada Muhammad lewat perantara malaikat Jibril, ditranmisi secara mutawatir dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang tertulis dalam mushaf, dan membacanya adalah ibadah. Dimulai dari surah al-fatihah dan diakhiri dengan surah an-nas. Melalui definisi ini, maka kalam Allah yang tidak diturunkan kapada Muhammad bukan Alquran, demikian pula Alquran tidak pernah diturunkan kepada nabi-nabi lain. Dengan transmisi oleh banyak orang sehingga mustahil terjadi kesepakatan untuk merusak Alquran. Selain tertulis dalam mushaf, juga disesuaikan dengan hafalan para penghafal dari setiap generasi yang dipastikan kebenarannya. Membacanya merupakan ibadah agar membedakan Alquran dengan hadis qudsi.
Bulan Al-Qur’an
Ramadan adalah bulan Al-Qur’an, syahru ramadhan alladzi unzila fihil-qur’an, Bulan Ramadhan dimana Alquran diturunkan di dalamnya, demikian firman Allah dalam Alquran Surah Albaqarah ayat ke-185. Ayat-ayat lain juga dengan makna serupa mudah kita temukan, Inna anzalna’hu fi lailatil-qadr, Sesungguhnya kami turunkan Alquran pada malam ketetapan [salah satu malam di bulan Ramadhan], (QS. Alqadr: 1), juga ayat lainnya, Inna anzalnahu fi lailatin mubarakah, Sesungguhnya kami turunkan Alquran di malam penuh dengan keberkahan, (QS. Adduhan: 3).
Di antara cara memuliakan Ramadhan adalah mengisinya dengan bacaan Alquran. Bahkan para ulama salaf memang mempersiapkan diri untuk mengisi Ramadhan bersama Alquran. Bahkan ada yang khatam dua hingga tiga kali dalam semalam.
Imam Adz-Dzahabi dalam “Siyar A’lam an-Nubala'” dari Ar-Rabi’ bin Sulaiman bahwa Imam Syafi’i mengkhatamkan bacaan Alquran sebanyak 60 kali di Bulan Ramadan, dan itu semua dilakukan di dalam shalat. Dari Imam Nawawi, ulama besar mazhab syafi’i dalam kitab “Majmu’ Syarahul Muhadzdzab” berkata, Imam Syafi’i khatam 60 kali di bulan Ramadhan. Dari Abu Yusuf, sebagaimana dinukil Al-Dzahabi, bahwa Abu Hanifah khatam sekali setiap hari di Bulan Ramadan dan itu dilakukan dalam salat malam. Para ulama-ulama salaf memang berlomba-lomba mengisi Ramadhan dengan bacaan Alquran, Aswad bin Yazid, khatam setiap dua malam, biasanya istirahat waktu Magrib dan Isya, di luar Ramadhan ia sekali khatam setiap enam hari. Alwalid bin Abdul Malik, biasanya khatam setiap tiga hari sekali, tapi kalau Ramadhan tiba, ia khatam hingga 17 kali. Qatadah, khatam pada hari-hari biasa tujuh hari sekali, tapi jika Ramadhan tiba, tiga hari sekali, dan jika tiba sepuluh malam akhir Ramadhan, ia khatam tiap hari.
Sulaim Bin ‘Itr khatam tiga kali setiap malam. Sebagaimana dinukil dari Ibn Katsir dalam muqaddimah kitab Tafsirnya menceritakan kisah unik, “Diriwayatkan oleh Abu Ubaid dari Sa’id bin Ufair, dari Bakr bin Mudhar, bahwa Sulaim bin ‘Itr mengkhatamkan Qur’an tiga kali dalam semalam, dan juga berhubungan seks dengan istrinya tiga kali dalam malam yang sama”. Ketika beliau meninggal, istrinya berkata, “Semoga Allah merahmatimu. Anda telah melayani Tuhan dengan baik dan telah memuaskan pula keluargamu.” Istrinya ditanya, “Bagaimana maksudnya itu?” Istrinya menjawab, “Dia shalat malam, lalu mengkhatamkan Alqur’an, kemudian menjimak istrinya, lantas mandi. Kemudian mengkhatamkan Alqur’an lagi, setelah itu menjimak istrinya, dan kemudian mandi. Setelah itu, untuk ketiga kalinya, dia mengkhatamkan Alqur’an, menjimak istrinya, dan mandi. Kemudian ia pergi untuk shalat subuh.” Sulaim bin ‘Itr adalah seorang Tabi’in yang agung, terpercaya dan mulia. Dia pernah menjabat sebagai Hakim Agung (Qadhi) di Mesir pada masa Khalifah Mu’awiyah.
Banyak narasi dari hadis Nabi yang memang secara gambalang memerintahkan umatnya untuk belajar dan membaca Alquran. Misalnya hadis dari Ibn Mas’ud, “Belajarlah Alquran, dan bacalah, karena kalian akan mendapat pahala dari membacanya, setiap satu hurup dengan sepuluh kebaikan, aku tidak berkata, ‘alif-laam-miim’ hanya satu huruf, tapi alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.”
Hadis di atas diperkuat dengan sabda Nabi lainnya, dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, Tidaklah suatu kaum duduk di rumah dari rumah-rumah Allah mereka membaca Alquran, mereka mempelajarinya, kecuali akan turun kepada mereka malaikat dan mereka akan diliputi rahmat dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyebutkan mereka di hadapan para makhlukNya yang ada di sisiNya. Khabbab bin al-Arat berkata, Beribadahlah kepada Allah semampumu, ketahulilah sesungguhnya kamu tidak akan pernah beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang lebih Dia cintai dibandingkan membaca firman-Nya [Alquran], (Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman).
Para pegiat literasi, khususnya dari kalangan umat Islam harus menjadi contoh dalam membumikan budaya belajar Alquran, membacanya, memahami kandungannya, mentadabburi maknanya, menelaah dan menganalisa tafsirnya, dan diakhiri dengan hidup bersama Alquran. Ingat, ayat pertama yang turun di bulan Ramadhan tahun pertama kenabian adalah Al-‘Alaq, yang berbunyi, Iqra’ atau Bacalah. Dan, bacaan secara hirarki terbagi menjadi tiga tingkat, menggunakan mata, akal, dan hati. Yang pertama tahap terendah karena baru memahami rangkaian hurupf, kata, dan kalimat. Kedua, menggunakan pisau ilmu alat sehingga mampu memahami makna setiap kata dan di balik kata, dan yang ketiga, memahami simbol secata filosofis, menyelami makna ayat-ayat secara tekstual dan kontekstual, muhkamat dan mutasyabihat, serta menjadikan Alquran sebagai rujukan dalam setiap dimensi kehidupan. Selamat Memperingati Malam Nuzulul-Qur’an, 17 Ramadhan 1443 Hijriah. (Aza)
Penulis: Ketua Gerakan Pemasyarrakatan Minat Baca (GPMB) Enrekang; Dewan Penasehat Ikatan Alumni Beasiswa BAZNAS RI