Indonesiainside.id, Jakarta -Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Plt. Dirjen Dikti), Nizam mengatakan pendidikan tinggi merupakan tempat inovasi dan menyintesa ilmu pengetahuan. Pembelajaran nantinya tidak terfokus dari dosen saja, melainkan dari berbagai sumber yang berfokus kepada pembelajar atau student centered learning.
“Masa depan Indonesia harus kita raih, harus kita rebut dengan sungguh-sungguh,” kata Nizam dalam pembahasan webinar yang diselenggarakan oleh Pena Bakti Institute, Kamis (7/5).
Nizam menjelaskan perlu adanya pertumbuhan yang berkelanjutan dengan kolaborasi antara perguruan tinggi, industri, dan pemerintah untuk menjadi satu sistem yang saling menguatkan, agar menjadi mesin pertumbuhan bangsa. Perguruan tinggi tidak lagi berdiri sendiri, melainkan sebagai produsen iptek-inovasi dan pusat keunggulan.
“Kemudian hasilnya dapat dikolaborasikan dengan kebutuhan industri dan berkembang bersama-sama,” jelasnya.
Penciptaan karakter unggul, budaya akademik kolaboratif dan kompetitif di perguruan tinggi menjadi kunci penting pembangunan manusia Indonesia. Perguruan tinggi juga memiliki tugas dalam mengembangkan sumber daya manusia yang mampu berpikir rasional, kritis, aktif, inovatif, berwawasan kebangsaan, dan mindset entrepreneur.
“Dosen juga menjadi pusat penggerak sebagai inspirator, mitra, sahabat, pengajar bagi para mahasiswa untuk menyalurkan learning based outcome curriculum,” ujarnya.
Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk Uzbekistan, Sunaryo Kartadinata menyampaikan bahwa pendidikan sebagai fondasi perlu mewujudkan masyarakat yang berkarakter. Tugas tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak seperti guru, tenaga pendidik, pemerintah, dan para pemangku kebijakan.
“Guru memiliki peran penting dalam membangun sekelompok manusia, sehingga perlu adanya guru penggerak, yaitu guru yang mentransformasikan misi pendidikan dalam tindakan pembelajaran kehidupan anak didik. Cara berpikir yang dibawakan guru, the ways of thinking, inovatif, kritis, dan kurikulum perlu mengakomodasi keragaman kebutuhan pelajar dari berbagai sumber,” tutur Sunaryo.
Perubahan merupakan sebuah keniscayaan dan tidak bisa dihindari. Hal itu juga diungkapkan oleh Mohammad Ali, inisiator penulis buku Pendidikan Menuju Indonesia Emas. Dalam pendidikan terdapat dua dimensi yaitu konservatif dan antisipatif.
“Pendidikan konservatif merupakan pendidikan yang tidak berubah dan dipertahankan seperti pendidikan Pancasila dan kebudayaan. Sementara pendidikan antisipatif merupakan perubahan kompetensi yang mengadaptasi kebutuhan zaman sehingga pada akhirnya, menurutnya, tumbuh manusia Indonesia yang berkarakter dan berdaya saing,” ungkap Ali.(SD)