Oleh: Azhar A Pawennay |
Direktur Ekesekutif Yayasan Lokataru Haris Azhar mengaku pesimistis dengan penyelesaian kasus Novel Baswedan.
Indonesiainside.id, Jakarta – Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dinilai masih menyisakan “noda” pada kontribusi penegakan hukum. Noda tersebut antara lain belum tuntasnya kasus teror terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, serta kasus kriminalisasi terhadap jaksa berprestasi Chuck Suryosumpeno.
“Saya pun selalu ajak teman-teman tidak lelah meminta adanya penegakan hukum yang benar terhadap setiap serangan-serangan. Dan kita harus membawa ini ke ruang yang terang agar orang yang berjuang melawan korupsi semakin banyak dan bersemangat,” ujar Novel Baswedan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (26/2).
Dalam diskusi bertajuk “Teror dan Kriminalisasi terhadap Penegak Hukum” pada Sabtu (23/2) lalu, Novel menyatakan apa yang terjadi pada dirinya dan Chuck Suryosumpeno jelas berkaitan dengan pemberantasan korupsi di Indonesia. Apalagi, korupsi di Indonesia sudah sangat parah dan tentunya berkaitan dengan pembiayaan politik.
Direktur Eksekutif Yayasan Lokataru Haris Azhar pun mengaku pesimistis dengan penyelesaian kasus Novel Baswedan. “Sebenarnya kasus ini gampang sekali dan dapat diketahui dengan jelas pelaku termasuk otak pelakunya. Tapi kalau selama Presidennya Jokowi, ya susah diungkap,” ujar Haris.
Terkait kriminalisasi terhadap Chuck, Haris melihat belum banyak publik yang mengetahui kasus itu. “Chuck ini tidak bersalah. Kalau dia bersalah saya tidak mau membelanya. Chuck ini mantan Kepala Pusat Pemulihan Aset atau PPA Kejaksaan Agung yang semasa memimpin PPA sudah berhasil mengembalikan PNBP hingga lebih dari Rp2,5 triliun. Berbeda dengan Jaksa Agung Prasetyo yang hanya mampu mengembalikan PNBP sebesar Rp60 miliaran saja,” ungkapnya.
Haris pun membeberkan bahwa Chuck pernah bertemu Prasetyo beberapa kali di akhir 2014. Pada saat itu, Prasetyo yang juga politikus Partai Nasdem sempat meminta data sejumlah pemulihan aset. Sebagai anak buah, Chuck memberikan data tersebut lalu menegaskan akan memulihkan sejumlah aset penting bernilai Rp10 triliun, antara lain, kasus Hendra Rahardja, kasus DL Sitorus, kasus Supersemar dan lainnya.
“Karena Chuck tidak bisa diajak kompromi maka dimutasi ke Maluku sebagai kepala kejaksaan tinggi. Setelah itu dihancurkan nama baik dan kredibilitasnya, karena dia tahu semua borok permainan aset oknum pejabat di kejaksaan,” ungkap Haris.
Chuck sebelumnya memenangkan gugatannya melalui Putusan PK nomor 63 PK/TUN/2018 yang diputus pada 17 Mei 2018. MA menyatakan keputusan Jaksa Agung Prasetyo soal pencopotan Chuck harus dicabut.
Selain itu, Prasetyo diwajibkan untuk merehabilitasi harkat dan martabat kedudukan penggugat (Chuck) berikut segala hak dan kewajiban sehubungan dengan kedudukan tersebut. (AIJ/Ant)