Oleh: Ahmad ZR
Indonesiainside.id, Jakarta – Pengamat politik dari Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah, menilai kegagalan tim pencari fakta (TPF) bentukan Kapolri Tito Karnavian dalam mengungkap pelaku penyerangan Novel Baswedan tidak masuk akal. Menurut dia, kasus itu terbilang sederhana dan TPF telah memeriksa banyak materi dan saksi, namun tak kunjung ada hasil meski sudah enam bulan melakukan investigasi.
“Sulit dipercaya jika benar laporan tim satgas (TPF) Kapolri telah memeriksa alat bukti dengan detail 74 saksi, 40 di antaranya bahkan telah diperiksa ulang, 38 rekaman CCTV, juga laporan tersebut dibantu oleh Australian Federal Police, dan 114 toko bahan kimia diperiksa, lalu tidak menyimpulkan titik temu,” kata Dedi.
“Tentu ini kontradiktif antara hasil investigasi dan kesimpulan. Padahal penanggung jawab tim langsung oleh kapolri,” katanya melanjutkan.
Menurut dia, kegagalan itu sudah cukup bagi presiden untuk turun langsung menyelesaikan kasus yang berlarut. Intervensi presiden diperlukan sebagai bentuk komitmen pemberantasan korupsi.
“Kondisi ini bukan semata soal Novel, tapi lebih pada institusi KPK, secara psikologis kasus ini mengancam keamanan pekerja KPK lainnya, itulah kenapa presiden layak ikut intervensi,” ujarnya.
Dedi menyinggung kinerja kepolisian terkait kasus Novel ini mengkhawatirkan, terlebih dalam proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK, ada banyak nama berasal dari institusi tersebut. Sementara, tantangan pemberantasan korupsi hingga hari ini semakin meningkat tajam.
“Bisa dibayangkan kapasitas kinerja mereka, jika kasus Novel tidak selesai, bagaimana hendak tangani kasus yang libatkan kerumitan lebih, korupsi hari ini jauh kebih rumit dibanding hanya soal kriminal penganiayaan Novel, dan sebagian mereka sedang ikut seleksi capim KPK, mengkhawatirkan,” tuturnya. (AIJ)