Oleh: Rudi Hasan
Indonesiainside.id, Jakarta – Penetapan status mantan anggota Komisi II DPR, Miriam S Hariyani (MSH), sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP, menjadi langkah strategis buat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebutkan, tidak menutup kemungkinan legislator lain terlibat.
“Yaitu pihak lain yang memiliki peran dalam perkara ini, dan juga mendapatkan aliran dana,” ujar Saut di Jakarta, (14/8).
Dia menuturkan, pihaknya berkeyakinan masih ada pihak lain yang terlibat di DPR dalam perkara rasuah e-KTP. Pasalnya, Miriam mengklaim nama anggota Komisi II DPR untuk meminta suap ke sejumlah pihak. Artinya, Miriam adalah orang yang diduga mengumpulkan dan menyalurkan uang haram pada sesama wakil rakyat.
Saut menuturkan Miriam meminta suap berkode “uang jajan” sebesar 100 ribu dolar AS kepada Irman (selaku Dirjen Dukcapil Kemendagri). “(Alasan Miriam emminta uang itu) untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah. Permintaan itu disanggupi (Irman) dan penyerahan uang dilakukan di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan melalui perwakilan MSH,” kata Saut.
Tak berhenti di situ, Miriam juga menyebutkan bahwa koleganya di Komisi II untuk terus meminta “uang jajan” kepada Irman. Itu belum ditambah dengan uang dari terdakwa kasus korupsi e-KTP lainnya, Sugiharto (pejabat Kemendagri).
Sepanjang tahun 2011-2012, Miriam diduga juga menerima beberapa kali suap dari Irman dan Sugiharto. Dari situ, KPK akhirnya menetapkan tersangka baru kasus korupsi e-KTP.
Mereka adalah Miriam selaku anggota DPR 2014-2019; ISE (Isnu Edhi Wijaya) selaku direktur utama Perusahaan Umum Percetakan Negara RI (Perum Peruri) dan ketua Konsorsium PNRI; HSF (Husni Fahmi) selaku ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, PNS BPPT, dan; PLS (Paulus Tannos) selaku direktur utama PT Sandipala Arthaputra.
Empat orang tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (AIJ)