Oleh: Ahmad ZR
Indonesiainside.id, Jakarta – Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menduga Kejaksaan Agung menghambat penuntasan pelanggaran HAM yang berat dan menjadi alat impunitas. Sementara, menurut UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Kejaksaan adalah penyidik perkara pelanggaran HAM yang berat dan Komnas HAM adalah penyelidik.
“Faktanya, kita melihat Kejaksaan Agung selalu mengembalikan berkas perkara dengan alasan kurangnya bukti. Padahal yang harus mencari bukti adalah Kejaksaan sendiri,” kata Isnur dalam paparan outlook reformasi lembaga penegakan hukum di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (14/9).
Lebih lanjut, dia mengatakan Kejaksaan belum menjadi lembaga yang menegakkan hukum secara berkeadilan dan memulihkan hak korban. Sebaliknya dalam menjalankan fungsl penyidikan dan penuntutan, lembaga ini menjadi aktor yang melakukan kriminalisasi terhadap hak kebebasan dan impunitas terhadap pelanggaran HAM.
“Kejaksaan juga menjadi aktor yang mendiskriminasi kelompok minoritas, rentan dan yang dianggap berbeda oleh negara, baik karena keyakinan maupun ahran politik. Fungsi ini membahayakan demokrasi,” tuturnya.
Ia menyatakan, apabila tidak dilakukan perubahan secara kelembagaan, maka penegakan hukum yang melanggar HAM akan semakin banyak terjadi. Akibatnya, demokrasi Indonesia akan terus turun.
“Maka, kami rekomendasi agar Kejaksaan memperkuat pengawasan internal dan menambah independensi pengawas eksternal,” kata dia.
Kejaksaan juga dapat memerbarui hukum acara pidana untuk meminimalkan penggunaan hukum sebagai alat kriminalisasi. “Termasuk melihat kembali kelembagaan Kejaksaan agar pengawasan dan koordinasi dengan lembaga di atasnya lebih efektif,” ujarnya. (Aza)