Indonesiainside.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendorong diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK. Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, menyatakan terbit tidaknya perppu itu menjadi kunci keberlangsungan pemberantasan korupsi di negeri ini.
“Kalau pemilik otoritas perppu (presiden) tidak membuka pintu hatinya tentang UU ini, dengan alasan proses judicial review atau legislative review harus lebih dulu, maka kita bisa jabarkan sendiri negeri ini sedang dipimpin oleh kepemimpinan seperti apa,” ujar Saut saat dikonfirmasi, Senin, (18/11).
Menurut dia, jika pemimpin negara ini mau berlaku bijaksana dan konsisten dalam peradaban universal memberantas korupsi, maka jalan paling baik ialah mengeluarkan Perppu KPK. Karena pendekatan yang dilakukan banyak pihak, termasuk KPK, pada UU Nomor 19/2019 itu terdiri atas banyak sisi.
Sebut saja aspek sosiologis, filosofi, dan yuridis. Dari penilaian itu, dia melihat UU KPK hasil revisi itu tidak relevan dengan niat mengurangi perilaku korup di negeri ini.
“Itu sebabnya sejak awal KPK menyampaikan kurang lebih ada 26 persoalan ketika UU (Nomor 19/2019) itu belum diundangkan. Sampai hari ini, 26 poin itu masih relevan walau ada tanggapan beberapa masih bisa diperdebatkan,” kata Saut.
Saat ditanya mengapa presiden harus mengeluarkan perppu, Saut berpendapat, dalam sejarah banyak negara, termasuk Indonesia, pemimpin nasional memegang peranan penting pemberantasan korupsi. “Pimpinan nasional yang harus memegang sendiri pedang pemberantasan korupsi,” ucapnya.
Saut memandang hal itu mendesak dilakukan. Karena korupsi adalah awal dari gonjang-ganjing atau bahkan jatuhnya negara secara perlahan. Paling tidaknya, jika pemberantasan korupsi dilemahkan, negara akan menjadi stagnan jalan di tempat alias cuma terlihat “keren” di permukaan semata.
“KPK , civil society , parah ahli/profesor di berbagai perguruan tinggi dan tokoh masyarakat, tokoh bangsa, masih menunggu dan berharap perppu untuk segera dikeluarkan,” ujar dia. (AIJ)