Indonesiainside.id, Jakarta – Komnas HAM bersama dengan Litbang Kompas melakukan survei evaluasi pemerintah yang dilakukan dari awal September hingga akhir Oktober 2019. Survei ini berupa penilaian pendapat publik dan evaluasi mengenai sejauh mana tentang penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Dengan metode kuisioner wawancara tatap muka, survei dilakukan kepada 1200 responden. Rentang usia responden dari usia 17-65 tahun, dengan rasio 50:50 untuk laki-laki dan perempuan. Dengan strata sosial kelas bawah – menengah – atas. Survei dilakukan di 34 provinsi dengan proporsi wilayah perkotaan sebanyak 40 persen dan 60 persen daerah plural.
Dari hasil survei ini, tercatat sebanyak 5 kasus pelanggaran HAM masa lalu yang kembali mencuat di masyarakat. 5 kasus yang sering dibicarakan, yakni
1. Peristiwa 1965
2. Penembakan misterius
3. Penculikan aktivis
4. Penembakan Trisakti – Semanggi
5. Kerusuhan Mei 1998
“Penyelesaian kasus HAM, soal kepentingan politik dan kasusnya sudah terlalu lama, menjadi hambatan penyelesaian kasus,” ujar Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam dalam pemaparan di Kantor Komnas HAM, Rabu (4/12).
Anam berharap, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sanggup menyelesaikan kasus ini. Menurutnya, penting untuk ditekankan memisahkan rezim politik dengan beban masa lalu dengan yang tidak punya beban masa lalu. “Harusnya sebagai komando, Pak Mahfud MD harus bisa membereskan masalah ini. Karena dia tidak punya beban masa lalu,” imbuh Anam.
Dari data tersebut, hal ini bisa menjadi hambatan terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Mengingat sebanyak 73,9 persen problem politik adalah hambatan utama untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Diperlukan edukasi terkait pemahaman kasus HAM dan proses penyelesaian di semua generasi. Meski mayoritas responden berpendapat kasus HAM masa lalu perlu dituntaskan, masih ada 17,8 persen berpendapat tidak perlu, karena kasusnya dianggap sudah terlalu lama dan berhadapan dengan kepentingan politik. (PS)