Indonesiainside.id, Jakarta – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai suasana pandemi Covid-19 tidak membuat Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, berhenti membuat wacana kontroversi. Menteri dari kader PDIP itu kini malah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan agar memuluskan pembebasan terpidana kasus korupsi.
“Tentunya ini bukan kontroversi pertama Yasonna sebagai Menkumham. Diawal periode kedua sebagai menteri ini, ia juga sempat terlibat kontroversi simpang-siur keberadaan Harun Masiku yang sudah berada di Indonesia. Sementara Yasonna bersikukuh Harun masih berada di Singapora dan akhirnya ia meralat pernyataan itu kemudia harinya,” kata Kurnia dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (2/4).
Dia menjelaskan, pemerintah sebelumnya sudah mengeluarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Pada bagian kedua huruf a dan b disebutkan, asimilasi dan pembebasan bersyarat tidak berlaku bagi kejahatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 (PP 99/12), yang mana salah satunya adalah korupsi.
Namun, kata Kurnia, tak lama setelah itu Yasonna berniat untuk merevisi PP 99/12 tersebut agar narapidana kasus korupsi yang telah memasuki usia 60 tahun dan menjalankan 2/3 masa pidana juga dapat dibebaskan. Dia menilai Yasonna tidak memandang korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
“Penting untuk dipahami bahwa kejahatan korupsi tidak bisa disamakan dengan bentuk kejahatan lainnya. Selain telah merugikan keuangan negara, korupsi juga merusak sistem demokrasi, bahkan dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Untuk itu, mempermudah narapidana korupsi untuk terbebas dari masa hukuman bukan merupakan keputusan yang tepat,” ucap dia.
Kurnia mengatakan, niat Yasonna mempermudah narapidana korupsi terbebas dari masa hukuman semakin akan menjauhkan efek jera. Data ICW menunjukkan, rata-rata vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bagi pelaku korupsi hanya menyentuh angka 2 tahun 5 bulan penjara. Belum lagi ditambah dengan situasi maraknya praktik korupsi di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Menurut dia, jika kebijakan ini terealisasi maka ke depan pelaku korupsi tidak akan lagi jera untuk melakukan kejahatan tersebut. Jumlah narapidana korupsi tidak sebanding dengan narapidana kejahatan lainnya.
Data Kementerian Hukum dan HAM pada 2018 menyebutkan bahwa jumlah narapidana seluruh Indonesia mencapai 248.690 orang dan 4.552 orang di antaranya adalah narapidana korupsi. Artinya narapidana korupsi hanya 1.8 persen dari total narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan.
“Sehingga akan lebih baik jika pemerintah fokus pada narapidana kejahatan seperti narkoba atau tindak pidana umum lainnya yang memang secara kuantitas jauh lebih banyak dibanding korupsi,” ucap dia.
Kurnia juga menilai pembebasan napi korupsi tidak ada kaitannya dengan pencegahan corona. Hal itu disebabkan karena Lapas Sukamiskin justru memberikan keistimewaan satu ruang sel diisi oleh satu narapidana kasus korupsi. Justru ini bentuk social distancing yang diterapkan agar mencegah penularan.
Selain itu, Kurnia menilai rencana Yasonna itu untuk merevisi PP 99/2012 merupakan keinginan lama. Dalam catatan ICW, dalam kurun waktu 2015-2019 Yasonna telah melontarkan keinginan untuk merevisi PP 99/2012 sebanyak empat kali. Mulai dari 2015, 2016, 2017, dan pada 2019 melalui Revisi UU Pemasyarakatan.
“Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap dari menteri hukum dan HAM selama ini tidak pernah berpihak pada aspek pemberantasan korupsi,” ucap Kurnia.
Dia lalu mendesak Presiden Jokowi dan Menko Polhukam Mahfud MD menolak wacana Yasonna Laoly untuk melakukan revisi PP 99/2012 karena tidak ada relevansinya dengan pencegahan penularan corona. “Presiden Jokowi untuk menghentikan pembahasan sejumlah rancangan peraturan perundang-undangan yang kontroversial saat bencana nasional corona sedang berlansung,” ucap Kurnia. (AIJ)