Indonesiainside.id, Jakarta – Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, mengkritik surat telegram Kapolri terkait penindakan tegas bagi penghina presiden dan pejabat pemerintah di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Dia menilai aturan itu berpotensi melanggar hak masyarakat untuk berekspresi, bahkan bisa menjadi alat kriminalisasi.
Ancaman bagi penghina presiden dan pejabat pemerintah itu termaktub dalam satu dari tiga poin telegram Kapolri Idham Azis pada Sabtu (4/4). Isi poin tersebut memerintahkan kepolisian melakukan patroli siber untuk memantau perkembangan situasi dan opini selama pandemi. Polisi akan menyasar masyarakat yang menyampaikan pendapat terhadap penanganan Covid-19.
“Aturan itu berbahaya sekali. Ini berpotensi abuse of power. Nanti ada yang kritisi sedikit, langsung ditindak polisi,” kata Sahroni di Jakarta, Selasa (7/4).
Dia menilai aturan tersebut mengancam kebebasan hak masyarakat untuk mengutarakan pendapat. Sahroni mengingatkan, Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga wajar jika masyarakat mengontrol kebijakan pemerintah dan melayangkan kritik hingga masukan jika salah langkah.
Seharusnya, kata dia, polisi sebagai pengayom masyarakat hadir untuk memberikan rasa aman dan tentram. Institusi Bhayangkara harus berfokus dan berkomitmen penuh untuk memberikan layanan dan melindungi masyarakat. Bukan sebaliknya, menciptakan ketakutan baru saat masyarakat khawatir menghadapi pandemi Covid-19.
“Polisi harus ingat bahwa mereka digaji rakyat, bekerja untuk rakyat. Dalam situasi sulit seperti saat ini, polisi justru harus berada di garda terdepan dalam melindungi dan mengayomi masyarakat,” ucap Sahroni.
Hal serupa disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. Ia mendesak telegram kapolri tersebut segera dicabut. Ia menilai aturan itu bermasalah karena membuka ruang potensi risiko penyalahgunaan kekuasaan kepolisian dan penegak hukum untuk bersikap represif.
Menurut Usman, sepanjang masa pandemi Covid-19, banyak lapisan masyarakat merasa dirugikan dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang sejal awal mengabaikan dampak negatif penyebaran wabah. Dengan adanya telegram itu, orang yang hendak memberikan pendapat menjadi takut bersuara karena ancaman hukuman.
“Tanpa saran dan kritik, pemerintah akan semakin kesulitan untuk mengetahui apa yang perlu diperbaiki dalam menangani wabah,” ucap Usman. Amnesty International Indonesia mencatat, hingga saat ini 13 orang telah ditangkap karwna diduga menyebarkan berita bohong terkait Covid-19. (AIJ)
Saya dukung polisi karena ditengah kesulitan banyak yang memghina (buat gambar hinaan) presiden se enaknya, tidak ada manusia yang mau di hina jadi pantas kalau polisi menindak. Apalagi kalau anggota dewan di hina wah bisa masalah besar. Iya kan bang.!