Indonesiainside.id, Jakarta – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana, mengkritik langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Dia menilai, Jokowi bermain-main dengan putusan Mahkamah Agung (MA) dan langkah yang ditempuh merupakan pembangkangan hukum.
Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres No 64/2020. Aturan tersebut dikeluarkan setelah MA membatalkan kenaikan iuran melalui putusan MA Nomor 7P/HUM/2020 pada 27 Februari 2020.
“Langkah presiden bentuk pembangkangan hukum. Dalam putusan MA 7P/2020, terdapat kaidah hukum yang dinyatakan hakim agung bahwa kebijakan menaikan iuran BPJS Kesehatan melanggar hukum sebab tidak didasarkan pada pertimbangan yang memadai dari segi yuridis, sosiologis, dan filosofis,” kata Arif di Jakarta, Kamis (14/5).
Dia mengatakan, nominal kenaikan iuran dalam Perpres No 64/2010 berbeda, namun tindakan mereplikasi kebijakan serupa dengan dasar yang sama menunjukan presiden main-main dengan putusan MA. Tak hanya itu, kata dia, Jokowi juga dinilai tidak menghormati hukum.
Menurutnya, Jokowi melanggar ketentuan Pasal 31 UU Mahkamah Agung dan juga Asas-Asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU No 12/2011 dengan mereplikasi pengaturan yang telah dinyatakan tidak sah. “Lebih jauh, tindakan presiden adalah pelecehan terhadap prinsip dasar negara hukum dalam UUD 1945,” ucapnya.
Selain itu, penerbitan Perpres No 64/2020 menunjukan presiden tidak peduli pada pemenuhan hak atas kesehatan masyarakat di situasi pandemi Covid-19. Alih-alih memperbaiki dan memperkuat keterjangkuan layanan BPJS bagi rakyat kecil, Jokowi justru semakin membebani rakyat dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
“Kami meminta menghentikan seluruh tindakan, kebijakan, ataupun manuver politik yang semakin memiskinkan rakyat kecil di tengah darurat kesehatan Covid-19,” ungkapnya. (ASF)