Indonesiainside.id Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 14 tersangka baru dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang PT Asuransi Jiwasraya.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono, mengatakan 13 tersangka adalah korporasi pengelola dana atau manajer investasi. Sedangkan satu orang tersangka lainnya adalah pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketiga belas perusahaan tersebut berinisial PT PAC, PT OMI, PT PPI, PT MD, PT PAM, PT MNAM, PT MAM, PT GAP, PT JCAM, PT PAAM, PT CC, PT TFI, dan PT SAM.
“Jadi ketiga belas perusahaan manajer investasi ini diduga melakukan tindak pidana yang disangkakan oleh penyidik,” kata Hari dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/6).
Ke-13 korporasi tersebut diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp12,15 triliun saat mengelola keuangan PT Asuransi Jiwasraya dalam kurun 2014-2018. Kerugian negara merupakan bagian dari perhitungan kerugian yang sudah dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar 16,81 triliun.
“Pertanyaannya kan kenapa dialirkan ke korporasi itu, hal ini akan dikembangkan dalam penyidikan,” lanjut dia.
Adapun satu orang tersangka lainnya berinisial FH yang saat itu menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal II A OJK periode Februari 2014 hingga 2017.
FH kemudian diangkat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK periode 2017 hingga saat ini. Peran tersangka FH dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawabnya di jabatan itu dalam kaitannya dengan pengelolaan kelola keuangan yang dilakukan di PT Asuransi Jiwasraya.
Sebelumnya, ada enam terdakwa yang disidang dalam kasus Jiwasraya. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo.
Selain itu, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan pada PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan, serta Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Masalah Jiwasraya berawal saat perusahaan menunda pembayaran klaim produk asuransi ‘Saving Plan’ sebesar Rp802 miliar pada Oktober 2018.
Produk tersebut disalurkan melalui beberapa bank seperti PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank QNB Indonesia Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank KEB Hana, PT Bank Victoria Tbk, dan PT Bank Standard Chartered Indonesia.
Dalam surat yang beredar kala itu, Jiwasraya menyatakan pemenuhan pendanaan untuk pembayaran masih diproses.
Perusahaan kemudian menawarkan pemegang polis untuk memperpanjang jatuh tempo hingga satu tahun berikutnya.
Namun, masalah justru bertambah saat Jiwasraya menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait kebutuhan dana Rp32,98 triliun untuk memperbaiki permodalan sesuai ketentuan minimal yang diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau risk based capital (RBC) 120 persen. (Aza/AA)