Indonesiainside.id, Jakarta – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Agil Oktaryal, mengatakan, dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, status penyelenggara negara pada pengurus dan pegawai di lembaga pengelola investasi dihilangkan, kecuali bagi mereka yang berasal dari pejabat negara atau ex officio. Hal itu sangat keliru, karena mereka adalah orang yang diberi kewenangan untuk memegang dan memutar uang negara sekaligus menerima gaji dari negara.
Menurut dia, pasal itu bertujuan dari jerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ini karena UU itu menempatkan penyelenggara negara sebagai subyek tindak pidana korupsi yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana.
Selain itu, terdapat pasal dalam RUU Cipta Kerja yang menyebutkan bahwa pengurus dan pegawai lembaga tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, atas pelaksanaan tugas dan kewenangannya sepanjang pelaksanaan tugas dan kewenangannya itu dilakukan dengan iktikad baik. Pasal itu dipersiapkan untuk membentengi pelaku tindak pidana korupsi dalam investasi dengan alasan imunitas.
“Bahkan, jika dilihat lebih teliti, pasal ini sebenarnya ingin mengganti unsur kesengajaan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Apabila terjadi kerugian terhadap keuangan negara, asal bisa dibuktikan bahwa segala tindakan pelaku sudah dilakukan dengan iktikad baik, pelaku bisa lepas dari jerat hukum,” kata Agil kepada Indonesiainside.id, Kamis (25/6).
Kemudian, terdapat ketentuan yang melarang pihak mana pun, termasuk penegak hukum, menyita aset lembaga pengelola investasi, kecuali aset yang telah dijaminkan dalam rangka pinjaman. Ketentuan itu bertentangan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang bisa merampas aset dari suatu badan hukum apabila terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
“Dapat dilihat bagaimana ruang terjadinya korupsi sedang dipersiapkan. Desain yang dicoba disusun dari pengaturan mengenai investasi dalam rancangan ini adalah menghilangkan unsur-unsur tindak pidana korupsi, seperti unsur dengan sengaja, merugikan keuangan negara, dan dilakukan oleh penyelenggara negara. Begitu juga larangan tentang perampasan aset dari lembaga pengelola investasi meskipun terbukti melakukan atau ikut serta dalam tindak pidana korupsi,” ucap dia. (SD)