Indonesiainside.id, Jakarta – Aliansi Masyarakat Sipil meminta Pemerintah dan Polri agar menindaklanjuti rekomendasi dari hasil investigasi Komnas HAM terkait kasus kematian enam anggota Front Pembvela Islam (FPI) di km 50 jalan tol Jakarta-Cikampek, 7 Desember 2020 lalu.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh polisi terkait tewasnya empat dari enam anggota FPI tersebut. Hasil penyelidikan Komnas HAM menemukan fakta dalam dua konteks peristiwa berbeda dalam kejadian yang sama.
Pertama, insiden bentrok sepanjang Jalan Internasional Karawang Barat sampai diduga mencapai KM 49 Tol Cikampek yang menewaskan dua laskar FPI. Substansi konteksnya merupakan peristiwa saling serempet antar mobil dan saling serang antara petugas dan laskar FPI bahkan dengan menggunakan senjata api.
Kedua, terkait peristiwa Km 50 ke atas terhadap empat orang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara, yang kemudian juga ditemukan tewas. Nah, di sinilah diduga terjadi pelanggaran HAM terhadap empat anggota FPI tersebut.
Aliansi Masyarakat Sipil menilai temuan Komnas HAM tersebut dapat menjadi pijakan dalam mengungkap kasus pelanggaran HAM. Aliansi ini adalah gabungan sejumlah lembaga, yakni IMPARSIAL, PBHI, ELSAM, HRWG, ICJR, Setara Institute, PIL-Net Indonesia, LBH PERS, Institut Demokrasi dan Keamanan (IDeKa), dan KontraS.
Dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (8/1), Aliansi Masyarakat Sipil menjelaskan hasil investigasi Komnas HAM tersebut dapat dipertanggungjawabkan independensinya. Hasil itu juga memenuhi unsur tanggung gugat sesuai standar UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Laporan Komnas HAM menjadi penting dalam upaya mengurai dan menemukan titik terang peristiwa yang terjadi di tengah berbagai kesimpangsiuran informasi yang berkembang di publik, serta mengungkap fakta-fakta seputar peristiwa secara lebih objektif, transparan dan akuntabel,” kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti.
Maulidiyanti menegaskan proses pengungkapan harus segera dilakukan, baik yang terkait penembakan oleh polisi terhadap anggota FPI, dugaan kepemilikan senjata oleh anggota FPI, serta rangkaian peristiwa yang mengawalinya. Setiap tindakan yang diambil dan dilakukan polisi, meski dalam proses penegakan hukum sekali pun, harus sepenuhnya sesuai standar HAM.
Hal itu berarti tindakannya musti sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, prosedur tetap internal kepolisian, serta harus terukur dan dapat dipertanggungjawabkan, termasuk dalam penggunaan senjata api.
Meninggalnya anggota FPI juga harus dapat dipertanggungjawabkan oleh kepolisian. Terkait dugaan kepemilikan dua senjata api oleh anggota FPI, sebagaimana ditemukan baik oleh polisi maupun hasil investigasi Komnas HAM, perlu diselidiki lebih lanjut, termasuk asal-usul dan sumber senjata api itu.
“Dugaan kepemilikan senjata api oleh anggota laskar FPI merupakan salah satu masalah yang harus diungkap, selain juga rangkaian peristiwa yang melatarbelakangi dan mengawali terjadinya insiden itu,” katanya.
Temuan Komnas HAM termasuk uji balistik yang telah dilakukan, dapat dijadikan petunjuk awal menemukan fakta-fakta lebih lanjut.
Sementara itu Deputi Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi HAM (ELSAM), Andi Muttaqien, pun menilai proses investigasi Komnas HAM sudah sejalan dengan tugas dan kewenangan Komnas HAM. Investigasi juga berjalan secara terbuka dan informatif.
“Bahkan, Komnas HAM secara khusus mengikutsertakan masyarakat sipil sebagai pengamat independen dalam proses uji laboratoriom forensik terhadap berbagai bukti yang terkait dalam proses investigasi,” kata dia.
Karena itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan, hasil investigasi Komnas HAM dapat dijadikan sebagai pijakan bersama dalam proses selanjutnya.
Ia meminta pemerintah, khususnya polisi, untuk menindaklanjutinya secara transparan dan akuntabel setiap rekomendasi dari hasil investigasi Komnas HAM. “Tidak hanya proses hukum sebagaimana disinggung di atas, tetapi juga termasuk pembenahan prosedur tetap internal Kepolisian, untuk memastikan kerja-kerja Kepolisian yang sejalan dengan standar hak asasi manusia,” kata dia.
Ia menegaskan mekanisme pengawasan internal Kepolisian juga perlu diperkuat, terutama pengawasan dari dalam institusi kepolisian, maupun pelibatan dari Komisi Kepolisian Nasional, guna memastikan ketepatan prosedur dari semua kerja-kerja Kepolisian. (Aza/Ant)