JAKARTA – Nilai denda putusan pengadilan akibat kerugian di bidang lingkungan hidup putusan pengadilan yang belum bisa dieksekusi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencapai Ro20,79 triliun.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum LHK), Rasio Ridho Sani, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, seperti dilansir parlementaria.
“Kalau kita bicara denda kerugian lingkungan yang sudah masuk kepada negara melalui Ditjen Gakkum itu kurang lebih Rp440 miliar yang masuk PNBP (penerimaan negara bukan pajak). Tapi masih banyak putusan pengadilan yang belum bisa kita eksekusi, Rp20,79 triliun (nilai dendanya),” kata dia.
Dirjen Gakkum LHK mengatakan, selama periode 2015 sampai 2022 terdapat 31 gugatan perkara lingkungan hidup dan 21 di antaranya sudah mendapat putusan pengadilan inkrah atau punya kekuatan hukum tetap.
Namun, hingga kini bahwa masih banyak putusan hukum kasus lingkungan hidup tersebut yang belum bisa dieksekusi.
“Putusan-putusan hukum perkara lingkungan hidup yang sudah inkrah antara lain belum bisa dieksekusi karena masalah kapasitas dan komitmen eksekutor,” tutur Rasio Ridho.
Menurut Dirjen Gakkum LHK, pihaknya telah mengirimkan surat ke pengadilan negeri untuk mendorong percepatan eksekusi putusan hukum perkara lingkungan hidup yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Jika berhasil, dana denda eksekusi putusan perkara lingkungan hidup yang masuk ke PNBP akan digunakan untuk mendukung upaya pemulihan lingkungan.
“Tentu saja kita mengharapkan dukungan Komisi IV bagaimana percepatan eksekusi putusan perdata yang sudah dilakukan oleh KLHK. Karena eksekusi kasus pidana dilakukan oleh jaksa,” pungkas Dirjen Gakkum LHK.(Nto)