Indonesiainside.id, Jakarta – Selama dua minggu, Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) yang juga dikenal sebagai pakar pendidikan Indonesia, Indra Charismiadji, menyaksikan kegagapan dunia pendidikan Indonesia dalam menjalankan pembelajaran metoda dalam jaringan (daring), jika dibiarkan terus menerus generasi masa depan bangsa yang akan menjadi korbannya.
“Karena tidak ada yang bisa memprediksi kapan situasi menjadi normal kembali. Terbukti jelas bahwa para pendidik Indonesia belum siap untuk membimbing peserta didik menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0 yang serba digital ini,” ujar Indra dalam keterangan tertulis, Kamis (2/4).
Untuk itu, dia mengambil inisiatif dengan membawa program blended learning (integrasi antara daring dan luring) terbaik dunia untuk diimplementasikan di Indonesia. Program ini gurunya bukan hanya beda tempat mengajar, ini bahkan beda benua benua dan beda zona waktu tetapi mutu pendidikan tetap dijaga bahkan meningkat.
“Konsep pembelajaran abad 21 bukan lagi guru ceramah menggunakan aplikasi konferensi video, bukan pula menggunakan materi-materi animasi/video seperti yang saat ini gencar dipromosikan sebagai bimbel online,” terangnya.
Bukan pula memberikan pekerjaan rumah atau tugas yang luar biasa banyaknya, melainkan model pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan siswa memecahkan masalah, berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, kreatif, dan inovatif dengan menggunakan teknologi digital sebagai alat kerja bukan sekedar menerima informasi.
“Ujung tombaknya tetap guru yang harus berada didepan sebagai tauladan, ditengah sebagai fasilitator, dan dibelakang sebagai motivator. Kemitraan internasional ini akan memberikan kesempatan pagi para pendidik Indonesia untuk belajar langsung dari pakarnya,” jelasnya.
Melalui kerja sama CERDAS, ASU Prep Digital, Lincoln Learning Solutions, dan Urban Green Education. Program yang ditawarkan dari kemitraan internasional ini sangatlah lengkap mulai dari level TK, SD, SMP, SMA, sampai dengan perguruan tinggi, program pelatihan guru secara intensif, dan program ijazah sekolah menengah atas ganda (dual high school diploma) dari Amerika Serikat .
“Bagi sekolah yang memiliki keinginan untuk mengimplementasikan program ini, tidak perlu mengganti program/kurikulum ataupun tenaga pengajar yang ada, karena semua sudah didesain untuk melengkapi program yang sudah berjalan,” tuturnya.
Indra mengungkapkan bahwa prosesnya dapat dilakukan dalam waktu 24 jam saja untuk implementasi. Teknologi dan kurikulumnya dibuat sesederhana mungkin yang akan memudahkan para pendidik dan siswa.
“Melalui proses negosiasi yang panjang, akhirnya program ini dapat berjalan di Indonesia dengan biaya yang sangat terjangkau. Jauh kalau dibandingkan dengan program-program internasional selama ini,” ungkapnya.
Menghadapi tantangan abad 21, anak Indonesia tidak lagi bisa hanya berwawasan lokal tapi harus internasional, inilah ciri SDM unggul era digital. Sayangnya selama ini program internasional hanya untuk orang mampu saja, itu yang lemah di keadilan sosialnya.
“Dengan dihentikannya pelaksanaan ujian Cambridge, ujian International Baccalaureate (IB), bahkan ujian nasional di Indonesia membuat banyak pihak khususnya siswa yang berada di kelas XII menghadapi ketidakpastian dalam persiapan masuk ke perguruan tinggi,” terangnya.
Oleh karena itu, pihaknya memberikan alternatif baru dengan program ijazah ganda (dual diploma) untuk tingkat sekolah menengah atas dari Indonesia (dari SMA di Indonesia) dan Amerika (dari ASU Prep Digital) dan juga kelas-kelas perguruan tinggi dari Arizona State University yang dapat diambil sewaktu mereka masih duduk di bangku sekolah menengah akan mengakselerasi proses pendidikan siswa dan mengurangi biaya.
Di sisi lain, program kami ini akan memberikan warna baru bagi pendidikan Indonesia yang selama ini hanya menggunakan kurikulum dari Eropa saja,” kata Angela Zhao, International Program Director ASU Prep Digital.(EP)