Indonesiainside.id, Jakarta – Pemerintah menganggarkan dana subsidi pulsa dan kuota internet sebesar Rp7,2 triliun untuk siswa, guru, mahasiswa, dan dosen selama pembelajaran jarak jauh di tengah masa pandemi Covid-19.
Subsidi ini merupakan bagian dari total dana Rp9 triliun anggaran tambahan untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rinciannya Rp7,2 triliun untuk pulsa dan Rp1,7 triliun untuk penambahan tunjangan guru, tenaga pendidikan, dosen, dan guru besar.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan subsidi ini dapat digunakan selama September hingga Desember 2020 untuk membantu kebutuhan pulsa dan kuota internet.
“Ini sedang kami akselerasi secepat mungkin untuk bisa segera cair,” kata Nadiem dalam rapat bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Kamis(27/8).
Kementerian Pendidikan menjanjikan siswa akan mendapat subsidi kuota sebesar 35 gigabyte per bulan, guru mendapatkan 42 gigabyte per bulan, sedangkan mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 gigabyte per bulan.
Pemerintah Indonesia menutup sekolah dan menerapkan sistem belajar jarak jauh ketika pandemi melanda pada Maret 2020.
Dalam prosesnya, banyak siswa dan guru yang kesulitan melaksanakan belajar jarak jauh karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pulsa dan kuota internet hingga berada di lokasi yang tidak terjangkau saluran internet.
Sebagai contoh, hanya sebagian siswa di SMPN 1 Palupuh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang mampu mengakses internet untuk belajar daring.
Salah satu guru di SMPN 1 Palupuh, Widiriyani mengatakan hanya 60 persen siswa di kelasnya yang memiliki gawai yang memadai.
“Itu pun ada yang tidak mampu memenuhi kebutuhan paket data bulanan, ada yang sinyal di rumahnya tidak bagus, ada juga yang satu handphone dipakai sekeluarga dan waktu siang dibawa orang tua bekerja,” jelas dia.
Kendala yang sama juga dialami 50 persen siswa di SDN 01 Tegalontar di Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah.
Mereka akhirnya bekerja sama dengan Radio Komunitas PPK Sragi untuk menyiarkan program belajar melalui saluran radio.
Di tengah keterbatasan itu, pemerintah telah mengizinkan sekolah di zona hijau dan zona kuning untuk kembali dibuka dan menerapkan belajar tatap muka.
Namun, keputusan untuk membuka sekolah diserahkan kepada pemerintah daerah, dinas pendidikan, sekolah, dan persetujuan orang tua siswa.
Proses pembukaan sekolah juga wajib mengikuti protokol kesehatan yang ketat.
Nadiem mengatakan sebagian besar sekolah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar yang kesulitan mengakses sekolah daring justru berada di zona kuning dan hijau.
“Kami harap anak-anak di daerah 3T ini bisa kembali mengejar ketertinggalan mereka selama ini,” kata dia.(EP/AA)