JAKARTA – Pujian Presiden Barack Obama pada pertemuan Presidential Summit on Entrepreneurship 2010 membuat wanita jebolan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini tersentak. Bagaimana tidak, orang nomor satu Amerika itu mengungkapkan sosok wanita yang menjadi contoh perubahan dalam upayanya membuat terang desa-desa terpencil dengan sumber energi terbarukan.
Barack Obama secara khusus menyebut seorang wirausahawati sosial dari Indonesia yang sukses mengembangkan pembangkit-pembangkit listrik di daerah terpencil, yaitu Tri Mumpuni. Wanita berjilbab kelahiran Semarang, 6 Agustus 1964, itu bersama sang suami Iskandar Kuntoadji berhasil membuat wilayah terpencil yang awalnya gelap gulita menjadi terang benderang melalui Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka) dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).
“Kami mendapatkan seorang wirausahawan sosial, seperti Tri Mumpuni, yang telah membantu warga desa di Indonesia memperoleh listrik, bahkan mendapat untung dari pembangkit listrik tenaga air,” kata Barack Obama, dipantau dari situs berita VOA Indonesia, Jumat (30/12/2022).
PLTMH menjadi sumber energi listrik bagi wilayah bagi wilayah yang susah dijangkau atau terjamah jaringan setrum PLN dengan memanfaatkan potensi energi air. Dalam jangka panjang keberadaan PLTMH ini menjadi penggerak ekonomi masyarakat karena membawa dampak ekonomi dan sosial yang begitu banyak.
“Saya surprise sekali, apalagi setelah menyebut nama saya, Barack Obama kemudian turun dari panggung seraya menunjuk Saya dan bilang..’dari Jakarta ya’..seperti rasanya kenal lama banget, jadi something gitu ya,” kata Tri Mumpuni.
Bukan hanya satu, melainkan sudah puluhan desa di Indonesia yang merasakan berkah dari kegigihannya membuat listrik – suatu kemewahan- tersendiri bagi warga desa, yang sudah puluhan tahun merindukan kampungnya bebas dari gelap gulita di malam hari.
Total sudah 65 desa di berbagai wilayah terpencil yang susah dijangkau secara geografis mendapatkan penerangan listrik memanfaatkan sumber daya lokal. Lebih menakjubkan lagi, energi listrik itu didapatkan dari pemanfaatkan sumber daya alam lokal di sekitar lokasi dan ramah lingkungan.
Tidak hanya di Jawa, selama lebih dari 30 tahun Tri Mumpuni, bersama suaminya Iskandar Kuntoadji berkeliling ke desa-desa yang penduduknya tidak mendapatkan akses setrum dari perusahaan listrik negara (PLN). Mulai dari Jawa, Sumatera, NTT, Sulawesi, Kalimantan, masyarakat desa tersenyum cerah ketika wilayahnya tak lagi sepi dan gelap kala malam tiba.
“Melihat wajah cerah dan senyum mereka setelah ada listrik itu membahagiakan. Bagi saya membahagiakan orang lain itu juga sama dengan membahagiakan diri kita sendiri,” kata Tri Mumpuni dikutip dari kanal YouTube VOA Indonesia.
Salah satu contoh wilayah yang berhasil dibuat Bu Puni – sapaan akrab Tri Mumpuni- menjadi terang benderang dari awalnya gelap gulita adalah Dusun Palanggaran dan Cicemet, di kawasan Gunung Halimun, Sukabumi, Jawa Barat. Wilayah yang nyaris terisolir teraliri listrik pada 1997.
Bukan hal yang mudah untuk mencapai Palanggaran dan Cicemet. Wilayah ini harus ditempuh dengan berjalan kaki sembilan jam atau naik motor yang rodanya diberi rantai karena jalan setapaknya licin.
Di daerah yang minus dan terpencil, mengajak warga untuk melakukan iuran gotong royong membangun PLTMH bukanlah hal yang mudah dikarenakan kondisi ekonomi. Namun Bu Puni pantang menyerah dan mengerahkan segala dayanya untuk merealisasikan proyek ini. Kemudian, datanglah uluran tangan dari kedutaan Jepang.
Dua dusun itu akhirnya terang benderang teraliri listrik, bahkan mampu membantu menerangi wilayah dusun lainnya.
“Uang dari listrik dipakai mendirikan jalan berbatu yang bisa dilalui kendaraan beroda empat. Ini membuka peluang membantu 10 dusun lain,” katanya.
Selain itu, ada Desa Kamanggih, Kecamatan Kahaungu Eti, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Puluhan tahun sudah, dari generasi ke generasi warga desa di sana hidup sehari-hari tanpa listrik, bahkan untuk mendapatkan air guna kebutuhan sehari-hari membutuhkan waktu 7 jam lamanya.
Hal ini karena mayoritas rumah warga berada di atas bukit, sedangkan sumber mata air harus diambil dari kaki bukit. Setiap hari ibu-ibu harus berjuang selama 7 jam hanya demi mendapatkan air guna kebutuhan di rumah.
Tri Mumpuni bersama suaminya kemudian membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang terletak di Bakuhau, Desa Kamanggih. Salah satu fungsi listrik digunakan menyedot air dari bawah bukit ke rumah warga yang ada diatasnya.
Kini, para ibu di sana sudah tidak lagi berjibaku selama 7 jam berjalan kaki dari bukit ke bawah untuk mendapatkan air. Waktu mereka saat ini dimanfaatkan untuk menenun kain guna menambah pendapatan keluarga.
“Pas listrik menyala mereka senang dan terharu hingga berteriak ‘Allahu Akbar’ saya sering merinding di tengah- tengah penduduk di daerah terpencil, bahkan kadang di tengah hutan pada waktu itu yang gelap gulita tiba tiba terang oleh listrik yang kami bangun. Dan, itu mendorong saya untuk terus berbuat kebaikan, lagi dan lagi,” tutur Puni.
Hal yang sama dilakukannya di desa Cinta Mekar, Subang, Jawa Barat. Dengan memanfaatkan sungai yang memiliki perbedaan ketinggian, Tri Mumpuni berkolaborasi dengan masyarakat dan berbagai pihak akhirnya membangun PLTMH Cinta Mekar pada 2002. Pembangkit ini mampu menghasilkan daya listrik untuk memenuhi kebutuhan warga, bahkan sisa daya yang berlebih dijual ke PLN.
“Banyak daerah di Indonesia yang secara geografis cocok untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro atau PLTMH semacam ini,” ungkap satu-satunya orang Indonesia yang masuk dalam daftar 22 Ilmuwan Muslim Paling Berpengaruh di Dunia tahun 2021 ini.
PLTMH Cinta Mekar mampu menghasilkan listrik 120 ribu watt per hari dan itu terlalu besar untuk desa yang hanya memiliki 568 KK, karenanya masyakarat kemudian memutuskan menjual listrik ini kepada PLN. Dari hasil penjualan, masyarakat mendapatkan pemasukan penghasilan sekitar Rp 50 juta/bulan. Dana itu dikelola koperasi.
Dana yang ada di koperasi lantas disalurkan kembali untuk membantu masyarakat dalam berbagai hal, seperti biaya pemasangan listrik untuk yang kurang mampu, pemberian beasiswa bagi anak sekolah, dana kesehatan dan juga infrastruktur.
“Listrik itu menjadi pembuka pintu peradaban bagi masyarakat dan mampu untuk menjadi pendorong pembangunan ekonomi, maka saya memutuskan untuk mengurus desa saja. Karena desa akan menjadi pendorong negeri ini menjadi bangsa yang maju,” kata penerima Ashden Award 2012, LSM Inggris yang terlibat dalam energi ramah lingkungan di mana Raja Charles menjadi salah seorang penaungnya.
Apa yang dilakukan wanita yang dijuluki ‘Wanita Listrik” Indonesia ini bukannya tanpa halangan. Di balik uluran tangannya memberdayakan wilayah rural agar mandiri energi dengan energi hijau, tak semuanya berjalan mulus.
Kejadian pahit pernah menimpa Tri Mumpuni dan suaminya saat membantu salah satu desa di wilayah Aceh pada 2008.
Kala itu, dia bersama suaminya membantu desa yang menjadi basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) agar mendapatkan aliran listrik dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). Namun, belakangan karena adanya kesalahpahaman suaminya kemudian diculik dan disekap oleh sekelompok orang.
Iskandar Kuntoadji yang menjadi otak teknis di balik proyek PLTMH ditahan penculik dan meminta tebusan senilai Rp 2 miliar. Dengan bersusah payah terkumpullah uang sebesar Rp 500 juta. Untungnya ada seorang temannya yang bisa berkomunikasi dengan bahasa lokal dan penculiknya sepakat.
“Bagi saya berat banget ya….kok begini cara kalian membalas saya Kemudian saya berpikir bahwa mereka juga berbuat begitu karena kondisi. Kaya sumber daya alam, tetapi kok masih susah hidupnya,” katanya.
Peristiwa tersebut tidak lantas membuat wanita yang murah senyum dan rajin berbagi ini pupus. Justru semangatnya membantu menghidupkan desa-desa yang belum tersentuh setrum semakin membara.
Tri Mumpuni yang juga dipercaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini berharap metode pengembangan energi listrik terbarukan melalui PLTMH ini bisa diterapkan hingga di 1000 desa di seluruh Indonesia. Hal ini tak lepas dari melimpahnya potensi sumber daya air di berbagai wilayah.
“Ini model yang menarik yang ingin saya kembangkan, kalau bisa seribu desa seperti itu. Jadi memanfaatkan sumber daya lokal untuk memakmurkan orang lokal dan sekaligus membantu PLN agar tidak banyak membakar BBM, karena ini energi bersih, ada di lokasi di mana penduduk tinggal,” tuturnya.
Ilmuwan di bidang kelistrikan dan telah mendedikasikan dirinya untuk kemajuan perdesaaan di Indonesia melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidroelektrik itu menyatakan bahwa metode ini akan membuat desa menjadi makmur karena memiliki ‘income’ atau pendapatan dari menjual energi yang dibangkitkan dari mikrohidro.
Ditambahkannya selama puluhan tahun membantu listrik untuk wilayah terpencil, kunci keberhasilan dirinya bersama tim Ibeka adalah karena menganggap listrik adalah modal sosial bangsa, bukan infrastruktur atau sebuah komoditas. Pembangkit listrik mikrohidro adalah sebuah ‘tools’ untuk pemberdayaan masyarakat, bukan jalan mencari uang.
Dirinya pun mengingatkan bahwa agama mengajarkan jika manusia yang baik adalah mereka yang mampu memberikan manfaat bagi lainnya. Maka, lakukanlah hal itu selagi memiliki kemampuan.
“Sebaik-baik manusia adalah jika dia bermanfaat bagi manusia lainnya,” terangnya.
Apa yang dilakukan Tri Mumpuni merupakan contoh keteladanan yang sejalan dengan misi pemerintah untuk menjadikan transisi energi terbarukan sebagai prioritas di masa depan. Apalagi, pemerintah telah menetapkan menuju Net Zero Emission, maksimal pada 2060.
Hal ini dipertegas juga dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, yang menyepakati dokumen Deklarasi Bali yang berisi 52 kesepakatan. Terdapat 2 poin khusus terkait sektor energi, di mana para Pemimpin G20 menyepakati untuk mempercepat dan memastikan transisi energi yang berkelanjutan, adil, terjangkau, dan investasi inklusif.
Selain kesepakatan tersebut, juga muncul komitmen pendanaan untuk pengembangan transisi energi di Indonesia, di bawah Presidensi G20. Kucuran dana itu merupakan hasil kerja sama Amerika Serikat, Jepang, institusi keuangan dunia dan pihak swasta, yang diharapkan dapat membantu Indonesia mengurangi emisi karbonnya secara signifikan serta memperluas jaringan pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT).
Di sisi lain, sejak tahun 2011 Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) berkolaborasi dalam membangun infrastruktur EBT pada Barang Milik Negara (BMN), sebagai bagian dari upaya melakukan transisi energi. Pemerintah sendiri memiliki target Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% di bauran energi nasional pada 2025.
Menurut Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Encep Sudarwan, dalam Bincang DJKN ‘Pengelolaan BMN dalam Mendukung Energi Baru Terbarukan, Jumat (22/7/2022), dengan transisi energi ini, pemerintah ingin mengurangi penggunaan sumber energi dari fosil seperti batu bara dan lainnya, serta lebih banyak menggunakan EBT.
Nilai BMN infrastruktur EBT pada Kementerian ESDM mencapai Rp 26,67 triliun. Jenis program yang sudah dilakukan antara lain penyediaan lampu tenaga surya hemat energi, penerangan jalan umum, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terpusat, Pembangkit Listrik Tenaga Surya Rooftop, dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).
BMN infrastruktur EBT juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum tersambung dengan jaringan tenaga listrik di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, pulau-pulau terluar, dan daerah terisolir. (Nto)