Oleh: Nurcholis |
Kondisi kerja di Amnesty International sedang ditinjau ulang, setelah dua orang pegawai bunuh diri pada tahun lalu.
Indonesiainside.id, Jakarta — Satu tim pejabat tinggi dari organisasi hak asasi manusia, Amnesty International, menawarkan pengunduran diri melalui sepucuk surat, pada Jumat, dengan permintaan maafnya atas suasana pelecehan di tempat kerja.
Kondisi kerja di Amnesty International sedang ditinjau ulang, setelah dua orang pegawai bunuh diri pada tahun lalu yang mengungkapkan “kesalahan dalam budaya organisasi dan tata kelola” yang menyebabkan para pegawai sangat tidak bahagia.
Tata kelola yang buruk menimbulkan tekanan kerja bagi para pegawai yang berjumlah sekitar 2.500 orang yang secara tetap bekerja untuk mengurusi penahanan, orang hilang, penganiayaan dan pelanggaran HAM di seluruh dunia, seperti hasil kajian eksternal.
Tim kepemimpinan Amnesty International menulis dalam suatu surat bahwa mereka “mengambil tanggungjawab bersama untuk suasana tegang dan ketidakpercayaan.”
“Kami tidak pernah berniat untuk menyebabkan penderitaan pada siapa pun, kami harus menerima bahwa keadaan yang tidak menguntungkan ini terjadi,” kata mereka pada surat bertanggal 21 Februari 2019 dikutip Reuters.
“Semua dari kami siap untuk mundur.” Ketua Amnesty, Sekretaris Jendral Kumi Naidoo mengatakan dia mungkin tidak akan menerima pengunduran diri oleh semua, tetapi lebih mengutamakan upaya membangun kembali kepercayaan.
“Ini adalah saat-saat yang membahayakan, dan Amnesti lebih diperlukan pada saat ini ketimbang sebelumnya,” katanya dalam email pada Jumat.
Kajian yang ditulis dalam 56 halaman merujuk pada sejumlah kejadian yang “menggelisahkan” yaitu pelecehan seksual dan rasial serta banyak kasus penghinaan oleh para manajer, dan mempermalukan staf secara terbuka juga membuat komentar-komentar yang merendahkan dan mengancam.
Penanganan yang buruk atas upaya mendesentralisasikan organisasi dari markas di London menyebabkan risiko tinggi bagi yang hidup dalam situasi kacau yang tidak perlu, seperti terungkap dalam kajian bulan lalu.
Pemicu kajian tersebut adalah kematian dari Gaetan Mootoo, 30 tahun, staf Amnesty kawakan yang bunuh diri di Paris pada Mei 2018, dengan meninggalkan sepucuk surat yang membeberkan tekanan di tempat kerja, dan Rosallind McGregor, 28 tahun, di Jenewa yang bunuh diri pada Juli 2018.
Usaha organisasi untuk mengatasi masalah “dibentuk reaktif dan tidak konsisten,” menurut laporan tersebut dn para pejabat tinggi tim digambarkan oleh para staf sebagai tidak terjangkau dan tidak kompeten.
Dikutip Antara, para petinggi tim yang menandatangani surat adalah para direktur penelitian, kantor sekretaris jenderal, pencari dana global, direktur operasi dan pelayanan global, hukum dan kebijakan dan kampanye serta komunikasi. (cak)