Oleh: Nurcholis |
Indonesiainside.id, Jakarta–Pakar cuaca dan aktivis hak asasi manusia India mengatakan lebih banyak kota di negara itu perlu menerapkan rencana aksi panas yang mencakup peringatan melalui pesan teks dan stasiun pendingin untuk meminimalkan kematian dan penyakit yang berkaitan dengan kenaikan suhu udara.
Setidaknya 36 orang tewas akibat gelombang panas tahun ini dengan ibu kota India di sini mencatat suhu tinggi 48 derajat Celcius sementara di Churu, Rajasthan mencapai 51 derajat Celcius.
“Kota-kota besar mengalami suhu tinggi karena permukaan beraspal dan kurangnya pepohonan sebagai pelindung menyebabkan ‘pulau panas kota’, “ kata Sayantan Sarkar, yang membantu menerapkan Rencana Aksi Panas (HAP) pertama India di Ahmedabad pada 2013.
“Kota-kota menanggung beban gelombang panas karena mereka sangat padat penduduknya, dan karena efeknya lebih jelas,” katanya kepada Thomson Reuters Foundation.
“Tetapi tidak semua kota memiliki kapasitas untuk mengimplementasikan tindakan yang diperlukan dan kurangnya rekam medis yang komprehensif membuat sulit untuk menargetkan kelompok rentan seperti pekerja tunawisma dan imigran,” kata Sayarka Sarkar.
Gelombang panas di India biasanya terjadi sebelum periode pra-musim dari April hingga Juni.
Ahmedabad menerapkan HAP setelah gelombang panas pada tahun 2010 menyebabkan lebih dari 1.300 kematian terkait overheating.
Rencana tersebut mencakup sistem peringatan dini yang memanfaatkan tampilan elektronik dalam pesan publik dan pesan teks, tenaga medis terlatih yang mengidentifikasi dan merespons penyakit terkait panas dan ‘atap dingin’ yang mencerminkan permukaan atau plutal yang mengurangi suhu di perumahan berpenghasilan rendah dan tidak resmi.
Sejak implementasi, HAP membantu mencegah sekitar 1.100 kematian setiap tahun di Ahmedabad, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam ‘Jurnal Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat’ tahun lalu.(cak)