Oleh: Nurcholis
Indonesiainside.id, Singapura – Tiga wanita Indonesia dikenakan Perintah Penahanan berdasarkan Internal Security Act (ISA). Mereka diselidiki karena terlibat dalam kegiatan pendanaan teroris, demikian pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA) hari Senin, (23/9).
Ketiga wanita itu adalah Anindia Afiyantari (Anindia) yang berusia 33 tahun, Retno Hernayani (Retno), 36 dan Turmini, 31, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Singapura selama enam hingga 13 tahun, kutip Mediacorp, Singapura.
Menurut media ini, ketiganya terpapar radikalisme tahun lalu melalui media sosial setelah melihat materi online kelompok-kelompok ISIS di Irak dan Suriah.
Mereka dianggap radikal setelah bergabung dengan beberapa kelompok media pro-ISIS di platform media sosial. Mereka terpesona dengan video yang menggambarkan kekerasan dan materi propaganda tentang kemenangan kelompok ISIS di medan perang. Mereka juga dipengaruhi oleh khotbah online oleh pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Aman Abdurrahman dan Usman Haidar bin Seff.
Aman Abdurrahman dianggap pemimpin de facto JAD, dan telah dijatuhi hukuman mati pada Juni tahun lalu. Sedang Usman anggota kelompok Jamaah Islamiah (JI), dan dijatuhi hukuman penjara tiga tahun pada tahun 2004 karena menyembunyikan anggota senior JI setelah pemboman Hotel Marriott 2003 di Jakarta.
Ketiga wanita itu saling mengenal ketika mereka menjadi radikal, tulis media itu. Anindia dan Retno pertama kali bertemu di sebuah pertemuan sosial di Singapura pada liburan mereka, sementara Turmini bertemu mereka di media sosial.
Menurut MHA, Anindia dan Retno berniat pergi ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok ISIS. Mereka juga mendorong kontak online untuk bermigrasi ke Filipina selatan, Afghanistan atau Afrika untuk bergabung dengan kelompok pro-ISIS di sana. Anindia juga dituduh siap menjadi pembom ISIS di Suriah, sementara Retno ingin bergabung ISIS di Suriah.
Selain mereka bertiga, pembantu Indonesia lainnya juga ditangkap untuk penyelidikan. MHA mengatakan wanita itu ternyata bukan kelompok radikal tetapi telah dikirim kembali ke Indonesia karena tidak melapor kepada pihak berwenang meskipun mengetahui tentang tiga pembantu asal Indonesia itu.
Termasuk penangkapan terbaru, total 19 pekerja rumah tangga telah terdeteksi di Singapura sejak 2015.
Ke 16 ibu rumah tangga radikal itu sebelumnya dideportasi ke negara mereka masing-masing setelah penyelidikan selesai. (CK)