Indonesiainside.id, Ankara-Organisasi Kerjasam Islam (OKI) dan Ulama Muslim Sedunia menyatakan keprihatinan atas diberlakukannya Undang-undang Amendemen Kewarganegaraan (CAB), yang diskriminatif terhadap kaum Muslim di India.
“Ini menyatakan keprihatinannya atas perkembangan baru-baru ini yang berkaitan dengan masalah hak kewarganegaraan dan kasus Masjid Babri. Ini menegaskan kembali seruannya untuk memastikan keselamatan minoritas Muslim dan perlindungan tempat-tempat suci Islam di India,” demikian pernyataan tertulis OKI dikutip Anadolu Agency.
Memperhatikan bahwa hal ini mengikuti perkembangan terkini, Sekretariat Jenderal OKI mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia “menegaskan kembali betapa pentingnya menegakkan prinsip dan kewajiban yang diabadikan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan perjanjian internasional terkait yang menjamin hak-hak minoritas tanpa diskriminasi apa pun “.
Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (CAB) India, disahkan minggu lalu, memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang Hindu, Sikh, Jain, dan Kristen dari Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh tetapi menolak naturalisasi bagi umat Islam.
Sementara itu, Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS) mendesak pemerintah India segera membatalkan UU yang diskriminatif ini, dan memperingatkan hal itu akan memicu kebencian terhadap umat Muslim.
Dikutip Anadolu Agency, IUMS mengatakan pihaknya akan terus mengikuti perkembangan dan meninjau situasi Muslim di India.
Persatuan ulama itu juga mendesak PBB dan dunia Islam untuk ikut menentang UU kontroversial tersebut.
Lebih lanjut, para ulama percaya bahwa undang-undang baru itu akan dikaitkan dengan National Register of Citizens (NRC), sebuah proses di mana setiap warga negara akan diminta untuk membuktikan kewarganegaraan India yang baru.
IUMS menekankan bahwa undang-undang itu adalah kebijakan ketiga dari serangkaian langkah yang diambil oleh pemerintah India dalam beberapa bulan terakhir yang mengundang kemarahan umat Islam.
Kalangan Muslim memperingatkan bahwa tindakan apapun yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dan kewajiban ini dapat mengarah pada “ketegangan lebih lanjut”, serta mungkin memiliki “implikasi serius” pada perdamaian dan keamanan di seluruh wilayah.
OKI memiliki 57 negara anggota dan berkantor di Jeddah, Arab Saudi. Organisasi ini didirikan pada 25 September 1969 di Maroko sebagai reaksi atas serangan pembakaran terhadap Masjid Al-Aqsha di Yerusalem (Baitul Maqdis). (CK)