Indonesiainside.id, Teheran-Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menunjuk wakil kepala deputi Korp Garda Revolusi Iran (IRGC) Ismail Qaani sebagai komandan pengganti Mayjen Qassem Soleimani yang tewas dalam serangan udara AS Jumat pagi (3/1).
“Setelah kematian Qasem Soleimani, saya telah menunjuk Brigade Jenderal Ismail Qaani sebagai Komandan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC),” kata Ali Khamenei dalam sebuah pernyataan yang diposting di situs resminya dikutip AFP.
Ali Khamenei menggambarkan Qaani sebagai salah satu komandan paling kuat dalam pasukan selama Perang Iran-Irak dari 1989 hingga 1988.
“Perintah untuk Pasukan Quds tetap sama seperti pada masa pemerintahan Soleimani. Saya mendesak anggota tim untuk bekerja sama dengan Jenderal Qaani dan mengucapkan semoga sukses,” ujarnya dikutip AFP.
Qaani adalah salah satu komandan yang memperingatkan Khatami tentang kesalahan penanganan protes mahasiswa tahun 1999. Dia dilaporkan bertanggung jawab atas operasi Pasukan Quds Iran di Afghanistan dan Pakistan di masa lalu.
Di masa lalu, Ghaani pernah memperingatkan Presiden Donald Trump terhadap konflik dengan Iran. “Kami bukan negara yang suka perang. Tapi setiap tindakan militer terhadap Iran akan menyesal,” katanya pada 2017.
“Ancaman Trump terhadap Iran akan merusak Amerika,” tambah Ghaani. “Kami telah mengubur banyak … seperti Trump dan tahu bagaimana bertarung melawan Amerika.”
Para pemimpin Iran meradang atas pembunuhan Soleimani dan bersumpah akan membalas dendam. Khamenei mengatakan memperingatkan bahwa “pembalasan yang keras” menunggu AS.
Presiden Hassan Rouhani mengutuk serangan itu dan mengatakan akan “membuat Iran lebih tegas untuk menentang ekspansionisme Amerika dan untuk mempertahankan nilai-nilai Islam kita.” Dia juga menyarankan bahwa “Iran dan negara-negara pencari kebebasan lainnya di kawasan itu akan membalas dendam.”
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menyesalkan “kebrutalan dan kebodohan pasukan teroris Amerika dalam membunuh Komandan Soleimani.” Dia juga memperingatkan bahwa pembunuhan itu “tidak diragukan lagi akan membuat pohon perlawanan di kawasan ini dan dunia menjadi lebih makmur.”
Di Irak, Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi mengatakan bahwa serangan itu merupakan “pelanggaran kedaulatan besar-besaran” yang mengancam pecahnya perang yang menghancurkan. Mahdi juga mengatakan serangan itu merupakan pelanggaran terhadap kondisi di mana pasukan Amerika tetap berada di negara itu.
Korp Pengawal Revolusi Iran juga mengkonfirmasi dalam sebuah pernyataan di televisi bahwa Komandan Pasukan Quds Qasem Soleimani tewas dirudal pasukan AS di Baghdad.
Sumber-sumber keamanan mengatakan kepada AFP bahwa serangan udara menargetkan konvoi pasukan Popular Mobilization Units (PMf) atau juga dikenal Hashd al-Shaabi, dan menewaskan delapan orang, termasuk “orang-orang penting”.
Sementara itu, tim Hashd al-Shaabi mengumumkan bahwa wakil pemimpinnya juga tewas dalam serangan itu. Serangan itu terjadi setelah pendukung Iran awal pekan ini mengepung dan membakar kedutaan AS, setelah serangan udara Amerika terhadap klan Hashd al-Shaabi yang menyebabkan korban.
Hashd al-Shaabi adalah jaringan unit-unit bersenjata, yang banyak di antaranya terkait erat dengan Teheran tetapi telah secara resmi diintegrasikan ke dalam pasukan keamanan Irak.
Kedua unit bergabung melawan ISIS pada tahun 2014 tetapi banyak dari mereka memiliki pengalaman selama perang Irak, termasuk melawan Amerika Serikat.
Baik Qassem Soleimani atau Jamal Jafaar Mohammad Ali Ibrahimi yang dijuluki Abu Mahdi al-Muhandis, wakil komandan milisi yang didukung Iran di Irak yang dikenal sebagai Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) juga dikenal sebagai Hashd al-Shaabi, sebelumnya telah dikenai sanksi oleh Amerika Serikat.
Baik Washington dan Iran telah mendukung pasukan keamanan Irak dalam upaya untuk memusnahkan kelompok-kelompok ISIS. Namun, kedua belah pihak berselisih sejak AS menarik diri dari kesepakatan nuklir penting dengan Iran pada 2018.
Para pejabat Irak khawatir negara mereka akan digunakan sebagai ladang konflik Iran-AS.(CK)