Indonesiainside.id, Jakarta – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membeberkan status Perairan Natuna yang diklaim oleh Cina. Pemerintah Negeri Tirai Bambu sebelumnya menyebut Perairan Natuna sebagai relevant waters alias perairan yang berkaitan dengan penguasaan mereka.
Dalam kasus ini, kata Retno, Cina mempunyai alasan bahwa para nelayan mereka telah lama beraktivitas di Perairan Natuna dan bersifat unilateral. Retno menegaskan, klaim itu tidak sesuai dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Menlu Retno didampingi oleh Menko Polhukam Mahfud MD hari ini mengungkapkan telah menyatukan dan memperkuat posisi Indonesia dalam menyikapi konflik Perairan Natuna. “Kami menekankan kembali, pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok (Cina) di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI),” ucap Retno seusai menghadiri rapat koordinasi di Kantor Kemenko Polhukam, Jumat (3/1).
Poin kedua, Retno menegaskan bahwa wilayah ZEEI telah ditetapkan oleh hukum internasional oleh UNCLOS pada 1982. Lalu ketiga, dia mengatakan, Cina harus menghormati implementasi dari UNCLOS 1982, karena Cina adalah negara yang menjadi bagian di dalam UNCLOS itu.
“Indonesia tidak pernah akan mengakui 9 dash-line (garis batas) klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakuin oeh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982,” tegas menlu.
Retno menuturkan, ke depannya akan ada beberapa intensifikasi patroli di wilayah Natuna. Selain itu, kata Retno, juga ada kegiatan-kegiatan perikanan sebagai hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di Perairan Natuna. (AIJ)