Indonesiainside.id, Beijing – Seorang perempuan asal Cina yang bertahan hidup dengan dua yuan atau sekitar Rp4.000 setiap hari selama bertahun-tahun demi menyokong adik laki-lakinya, akhirnya meninggal dunia. Dengan uang itu, otomatis bertahun-tahun ia hanya makan beras dan cabai saja.
Nasib Wu Huayan mengejutkan khalayak Cina ketika foto-fotonya tersebar di media, tahun lalu. Berat badan perempuan berusia 24 tahun ini saat itu hanya mencapai sedikit di atas 20 kilogram. Karena kondisinya, Wu kemudian dibawa ke rumah sakit lantaran ada keluhan pada pernapasannya pada Oktober 2019.
Sumbangan dari berbagai daerah mengalir untuk membiayai pengobatannya. Namun, adik laki-lakinya mengatakan kepada wartawan bahwa Wu Huayan telah meninggal dunia pada Senin (13/01). Adik laki-lakinya, yang identitasnya tidak diungkap, mengatakan kepada Beijing Youth Daily bahwa sang kakak berusia 24 tahun saat meninggal dunia.
Saat masih hidup, Wu bercerita kepada Chongqing Morning Post bahwa dirinya menghubungi media untuk meminta bantuan setelah ayah dan neneknya meninggal dunia lantaran mereka tidak punya uang untuk berobat.
“Saya tidak ingin mengalami itu—menunggu kematian karena kemiskinan,” katanya, melansir BBC News, Rabu(15/1).
Tahun lalu, para dokter mengatakan mahasiswi tahun ketiga itu mengalami masalah jantung dan ginjal akibat mengonsumsi makanan minim gizi selama lima tahun.
Wu Huayan dan adik laki-lakinya berjuang untuk bertahan hidup selama bertahun-tahun karena kehilangan ibu ketika Wu Huayan masih berumur empat tahun dan ayah mereka meninggal dunia ketika Wu Huayan masih bersekolah.
Wu dan adik laki-lakinya kemudian dirawat nenek mereka, belakangan oleh paman dan bibi yang memberikan 300 yuan (sekitar Rp600 ribu) setiap bulan.
Sebagian besar uang itu dialokasikan untuk membayar pengobatan adik laki-laki Wu, yang mengalami masalah kesehatan jiwa.
Wu lantas berupaya bertahan hidup dengan bermodal 2 yuan per hari. Setiap hari selama lima tahun, menu makanannya adalah nasi dan cabai. Ketika tiba di rumah sakit, tinggi badannya hanya 135 cm.
Para dokter mengatakan Wu sangat kekurangan gizi, sampai alis dan 50% rambutnya rontok.
Kakak adik itu berasal dari Guizhou, salah satu provinsi termiskin di Cina. Kasusnya memunculkan sorotan pada kemiskinan di negara tersebut.
Walau ekonomi Cina berkembang pesat selama beberapa puluh tahun terakhir, kemiskinan tidak lenyap begitu saja. Biro Statistik Nasional menyebut, pada 2017 terdapat 30,46 juta orang di pedesaan masih hidup di bawah garis kemiskinan US$1,90 (Rp26.000) per hari.
Kesenjangan di Cina juga bertumbuh. Laporan Dana Moneter Internasional (IMF) pada 2018 menyebut Cina adalah “salah satu negara dengan kesenjangan tertinggi”.
Kasus Wu Huayan juga memunculkan amarah kepada aparat pemerintah. Di media sosial Cina, banyak warganet yang mempertanyakan mengapa pemerintah tidak berbuat banyak untuk membantu Wu Huayan dan adiknya.
Selain sumbangan dari penggalangan dana khalayak, guru-guru dan teman-teman sekelas Wu menyumbangkan 40.000 yuan (Rp79 juta). Adapun penduduk desa setempat mengumpulkan 30.000 yuan (Rp59 juta).
Sebelum Wu Huayan tutup usia, sejumlah pejabat pemerintah merilis pernyataan yang menyebut Wu telah menerima subsidi minimum dari pemerintah—yang diperkirakan mencapai 300 (Rp595.000) hingga 700 yuan (Rp1,39 juta) per bulan—serta dana darurat sebesar 20.000 yuan (Rp39 juta).(EP/BBC)