Indonesiainside.id, Zahreb-Sistem dunia baru yang menekankan jalan tengah (wasathiyah), perlu menjadi dasar pijakan kehidupan umat dan persaudaraan kemanusiaan. Hal ini diperlukan karena umat manusia sudah terkotak-kotak pada egosentrisme, baik atas dasar agama, ras, etnik, maupun kepentingan ekonomi dan politik.
“Umat manusia sejatinya bersaudara, maka perlu dikembangkan persaudaraan kemanusiaan,” demikian disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof. Din Syamsuddin dalam konperensi bertema Al-Ukhuwwah al-Insaniyah li Ta’ziz al-Silm wa al- Amni al-‘Alamy (Persaudaraan Sesama Manusia untuk Peningkatan Perdamaian dan Keamanan), Selasa (4/2) di Zagreb, Kroasia.
Dalam konperensi diselenggarakan bersama Rabithah al-‘Alam al-Islami (Muslim World League atau Liga Islam Sedunia) dan Meshihat of Islamic Community in Croatia serta didukung oleh Pemerintah Kroasia, dihadiri sekitar 200 tokoh Muslim serta Kristen dan Yahudi dari mancanegara.
Menurut Din Syamsuddin, peristiwa tersebut memang patut diperingati karena mengandung makna historis, monumental, dan simbolik besar. Tidak hanya ditandatangani oleh dia lembaga keagamaan tinggi, Vatikan dan Al-Azhar, tapi juga dua komunitas agama besar, Islam dan Katholik.
“Namun yang lebih penting, Piagam Persaudaraan Kemanusiaan bukan hanya ditandatangani dan diperingati tapi diamalkan dalam kehidupan nyata,” kata Din.
Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta ini mengatakan bahwa disrupsi besar yang dialami dunia dewasa ini harus segera ditanggulangi bersama.
“Kerusakan global akumulatif yang diciptakannya bersifat struktural dan sistemik, jika tidak ditanggulangi secara sistemik atau kesisteman maka akan membawa dampak siatemik terhadap kerusakan peradaban.”
Dalam kaitan ini, Din Syamsuddin menegaskan bahwa kesadaran akan persaudaraan kemanusiaan itu meniscayakan adanya rasa kasing sayang (tarahum) yang melintasi tapal batas primordial seperti agama, ras, bangsa, dan suku-bangsa.
Din menambahkan tarahum (kasih sayang) perlu berlanjut pada taaruf yakni saling memahami dan menghormati, yang kemudian mendorong adanya ta’awun atau kerja sama, dan paling tinggi dapat mengambil bentuk tadhamun yaitu saling melindungi. Sayangnya, ajaran-ajaran agama yang luhur dan agung ini mudah dikatakan tapi susah dilaksanakan, ujar Din.
Konperensi diselenggarakan untuk memperingati setahun Piagam Persaudaraan Kemanusiaan untuk Ko-Eksistensi dan Perdamaian, yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Syaikh Al-Azhar Ahmad Al-Thayyib di Abu Dhabi 4 Pebruari 2019.
Konperensi berlangsung dua hari, 4-5 Pebruari 2020, dan Konperensi dibuka oleh Presiden Kroasia Kolinda Grabar-Kitarovic. Hadir pula pada pembukaan Perdana Menteri Kroasia Andrej Plencovic, Presiden Parlemen Kroasia, Walikota Zagreb, dan tentu Sekjen Liga Islam Sedunia Dr. Abd al-Karim al-‘Isa. (CK)