Indonesiainside.id, Mexico City-Amnesti International telah meminta otoritas Mesir untuk segera membebaskan seorang peneliti dan aktivis yang ditahan dan diduga telah mengalami siksaaan pekan lalu.
Patrick Zaky, yang merupakan mahasiswa pascasarjana di Universitas Bologna, ditahan di bandara Kairo pada Jumat malam ketika ia tiba untuk mengunjungi keluarganya.
Ia ditahan berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan pada September tahun lalu setelah ia pergi untuk melanjutkan studinya, menurut kelompok hak asasi manusia (HAM) Prakarsa untuk Hak Pribadi Mesir (EIPR), sebuah organisasi hak terkemuka di mana ia menjadi peneliti.
“Kami menyerukan pihak berwenang Mesir untuk segera dan tanpa syarat membebaskan Patrick, yang ditahan semata-mata karena pekerjaan hak asasi manusia dan pendapatnya yang ia ungkapkan di media sosial,” kata Direktur Amnesti Internasional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Philip Luther melalui laman resmi organisasi itu, Amnesti.org, Senin (10/2).
Luther mengutuk “penangkapan dan penyiksaan sewenang-wenangnya” sebagai “contoh lain dari penindasan yang mengakar di dalam negeri terhadap para penentang dan pembela HAM, yang mencapai tingkat yang lebih berani setiap hari”.
Petugas Badan Keamanan Nasional (NSA) dikabarkan telah menutup mata Zaky dan dalam kondisi diborgol selama 17 jam saat interogasi di bandara Kairo dan di sebuah lokasi NSA yang tidak diungkapkan di Mansoura, kata pengacaranya, Samuel Tharwat dikutip laman Alaraby.
Tidak hanya itu, Zaky dikabarkan telah dipukuli dan disetrum oleh pasukan keamanan saat ditahan di Mansoura, kata EIPR pada hari Sabtu.
Otoritas Mesir “harus membuka penyelidikan independen terhadap penyiksaan yang dideritanya dan segera memastikan perlindungannya,” kata Luther dalam sebuah pernyataan, hari Senin.
Italia juga meminta Mesir untuk membebaskan Zaky. Kasus ini telah menarik perhatian luas di Italia, di mana luka akibat dugaan pembunuhan Giulio Regeni, seorang mahasiswa doktoral Universitas Cambridge yang meneliti gerakan buruh di Mesir. Giulio diduga diculik oleh dinas keamanan Mesir Kairo, dan mayatnya ditemukan beberapa hari kemudian dengan tanda-tanda penyiksaan yang ekstensif selama berhari-hari.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Ahad, Wakil Sekretaris Pendidikan Italia Peppe De Christofaro mengatakan ia memiliki “ketakutan yang beralasan bahwa peneliti muda Mesir … saat ini menderita penahanan sewenang-wenang dan tidak dapat dibenarkan dan bahwa ia adalah korban baru kekerasan dan pelecehan dari pasukan keamanan Mesir “.
De Christofaro mendesak negara-negara Eropa lainnya untuk menekan Kairo agar Zaky dibebaskan.
Zaky muncul di hadapan jaksa penuntut umum di Mansoura pada hari Sabtu, di mana ditahan selama 15 hari untuk kepentingan interogasi.
Dia menghadapi tuduhan berat berupa “hasutan untuk melakukan aksi protes tanpa izin”, “menghasut untuk menggulingkan negara”, “menjalankan akun media sosial yang bermaksud … merusak keamanan nasional” dan “menyiarkan berita palsu, serta” mempromosikan tindakan teroris”.
Zaky adalah salah satu dari serangkaian pembela hak asasi manusia (HAM) yang akan ditangkap dalam beberapa bulan terakhir, banyak dari mereka telah dikenakan perintah penahanan 15 hari yang berulang.
Sejak Oktober tahun lalu, enam staf EIPR “telah ditahan sementara dan ditanyai” dalam operasi yang tampaknya menargetkan “orang-orang yang dianggap aktif secara politik dengan cara apapun”, kata LSM itu.
Sejak Presiden Abdul Fattah al-Sisi merebut kekuasaan dari presiden terpilih Mohamad Morsi dalam kudeta militer berdarah tahun 2013, tindakan keras yang berkelanjutan terhadap mengkritik rezim telah menargetkan kelompok oposisi terkemuka, akademisi, aktivis, jurnalis dan pengacara.
Sebuah aksi unjuk rasa yang jarang terjadi pada September tahun lalu menyaksikan penangkapan cepat atas ribuan orang, yang sebagian besar sejak itu telah dibebaskan. Namun beberapa pengacara, aktivis, dan akademisi terkemuka masih berada di penjara. (CK)