Indonesiainside.id, Kuala Lumpur- Kabar pengunduran diri Mahathir Mohamad sebagai perdana menteri memunculkan banyak spekulasi. Pemimpin berusia 94 tahun itu dinilai bisa segera membentuk pemerintahan baru dengan dukungan mayoritas anggota parlemen tanpa harus ke DPR, yang akan bertemu pada 9 Maret.
Seorang pakar hukum mengatakan Mahathir hanya perlu menghadap Yang di-Pertuan Agong, Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah. Mahathir dinilai cukup mendapatkan persetujuan pembentukan pemerintah baru dan kemudian menyerahkan daftar menteri.
Profesor Shamrahayu A Aziz, pakar hukum dari Universitas Islam Internasional Malaysia (UIAM), mengatakan jika Mahathir yakin mendapatkan dukungan dari anggota parlemen dan dia akan tetap menjadi perdana menteri, pemerintah tidak akan berubah.
Dalam kasus seperti itu, katanya, pembentukan pemerintahan baru tidak memerlukan persetujuan DPR. Cukup persetujuan Yang di-Pertuan Agong, dan pengangkatan anggota kabinet baru adalah hak prerogatif perdana menteri. Namun, itu masih membutuhkan izin Yang di-Pertuan Agong.
“Ini berarti tidak perlu membubarkan parlemen (untuk membentuk pemerintahan baru). Parlemen hanya boleh dibubarkan jika perdana menteri menganggap dia tidak memiliki dukungan dari anggota parlemen dan meminta Yang di-Pertuan Agong untuk melakukannya, “ kata Shamrahayu A Aziz dikutip Berita Harian, Senin (24/2).
Menurutnya, jika Mahathir dipandang masih memiliki dukungan mayoritas, Mahathir tidak perlu mundur. “Jika kita tidak kehilangan kepercayaan, mengapa Perdana Menteri ingin parlemen dibubarkan,” katanya.
Shamrahayu juga menegaskan kembali pernyataan sebelumnya bahwa hubungan kepercayaan antara pemerintah dan parlemen adalah jalan dua arah. Di mana perdana menteri (Kabinet) dapat meminta mosi kepercayaan dari parlemen dan anggota juga dapat memberikan suara pada pemerintah (Kabinet).
Sementara itu, ahli hukum lainnya, Prof Dr Nik Ahmad Kamal Nik Mahmood, mengatakan pembentukan pemerintahan baru tidak harus dibawa ke DPR. Dia mengatakan apa yang terjadi di DPR hanyalah perubahan dalam kursi yang bisa melihat pertukaran antara perwakilan pemerintah dan pihak oposisi.
Lebih lanjut, Nik Ahmad Kamal mengatakan jika Mahathir menghadap Yang di-Pertuan Agong, itu tidak akan ada mosi tidak percaya karena dia masih memiliki dukungan di DPR.
“Hanya jika pemerintah baru ingin dibentuk, pertanyaannya adalah apakah itu melibatkan suara yang tidak percaya pada Perdana Menteri, “ ujarnya. “Jika itu benar maka mereka yang menghadap Yang di-Pertuan Agong adalah mereka yang ingin memberikan suara tidak percaya pada Perdana Menteri,” katanya.
Sebelumnya, hari Senin, Mahathir Mohammad mengumumkan pengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Malaysia. Hal ini dilakukan menyusul tuduhan bahwa dia akan membentuk kemitraan dengan partai-partai oposisi yang dikalahkannya saat Pemilu dua tahun lalu.
Pengunduran diri Mahathir bagaimanapun membuat koalisinya dengan Anwar Ibrahim (72) retak. Padahal koalisi tersebut mencetak kemenangan mengejutkan pada Pemilihan Umum pada 2018.
Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah, yang telah menerima pengunduran diri Mahathir Mohamad, memintanya lagi sebagai Perdana Menteri Malaysia sementara hingga pemerintahan baru dibentuk.
Pengunduran Mahathir menimbulkan banyak spekulasi. Di antaranya, sebagai bagian langkahnya untuk mendepak Anwar Ibrahim. The Straits Times dalam laporan menilai pengunduran diri Mahathir sebagai langkah taktis untuk menggagalkan Anwar menduduki jabatan perdana menteri. Langkah ini kemungkinan diikuti deklarasi dukungan agar ia terus menjabat hingga masa jabatannya berakhir pada 2023.
Jika benar, Mahatahir memerlukan setidaknya 112 suara anggota parlemen dari dari 222 kursi untuk membentuk pemerintahan baru. (CK)