Indonesiainside.id, Yangon- Militer Myanmar mengakui anggotanya melakukan tindakan kekerasan terhadap tahanan di negara bagian Rakhine. Tindakan ini terungkap setelah rekaman video kepala korban juga ditembak dan ditendang secara tidak manusiawi.
Video, yang dirilis pada hari Ahad (11/4), menunjukkan beberapa pria meninju dan menendang kepala tahanan dengan mata tertutup dan tangan diikat. Video telah dibagikan puluhan ribu kali oleh pengguna media sosial dan memicu berbagai reaksi.
Kelima tahanan ditangkap setelah dicurigai sebagai anggota pemberontak dari Arakan Army (AA) dan dipindahkan ke Sittwe di atas kapal pada 21 April ketika insiden yang mengejutkan itu terjadi, kutip AFP. Angkatan bersenjata Myanmar terkunci dalam perang yang semakin brutal dengan para pemberontak, yang berjuang untuk lebih banyak mendapatkan otonomi bagi umat Buddha etnis Rakhine.
Beberapa anggota pasukan keamanan menginterogasi para tahanan dengan cara “tidak sesuai dengan hukum” dan tindakan akan diambil terhadap mereka yang bertanggung jawab, kata pernyataan itu, tanpa memberikan rincian tentang hukuman apa yang sedang menunggu. Keluarga para korban dalam sebuah pernyataan menegaskan korban tidak ada hubungannya dengan AA yang diklaim tentara.
“Dia hanya bekerja di toko beras. Dia tidak tahu apa-apa tentang AA,” kata seorang ibu dari salah satu tahanan, Nyi Nyi Aung kepada AFP.
Video itu memperlihatkan wajah Nyi Aung ditinju dan kepalanya ditendang secara tidak manusiawi oleh personel militer yang menginterogasinya. Ratusan orang terluka dan sekitar 150.000 orang telah meninggalkan rumah mereka sejak pertempuran meletus pada Januari tahun lalu.
Pakar hak asasi manusia Yanghee Lee bulan lalu memperingatkan militer Myanmar harus diselidiki karena kemungkinan “kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan” dalam konflik. Lee menuduh militer telah melakukan penghilangan paksa, menyiksa dan membunuh puluhan tersangka AA, serta memblokir bantuan dan menghentikan warga sipil yang terluka menuju rumah sakit.
Pemerintah juga secara resmi menyebut AA sebagai “organisasi teroris”, yang berarti siapa pun yang menghubungi mereka untuk dimintai komentar dapat dituntut berdasarkan undang-undang terorisme Myanmar. Wakil Direktur Human Rights Watch Asia Phil Robertson menyerukan “impunitas” militer untuk menjadi fokus diskusi Dewan Keamanan PBB tentang Myanmar minggu ini.
Myanmar menghadapi tuduhan genosida di pengadilan tinggi PBB, sebuah kasus yang diajukan setelah sekitar 740.000 Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dalam penumpasan militer berdarah 2017 di Rakhine. (CK)