Indonesiainside.id, Naypyidaw – Seorang pastor di Mynamar menghadapi dakwaan tiga tahun penjara karena melanggar aturan pembatasan nasional terkait virus corona. Pastor itu menyelenggarakan layanan di gereja, selama masa lockdown, dan diduga menyebabkan dirinya dan 20 jemaat lainnya tertular virus corona.
Pastor David Lah, seorang warga negara Kanada kelahiran Myanmar, menghadapi dakwaan tiga tahun penjara, bersama tiga orang lainnya di Kota Yangon. Mereka melanggar dengan membuka pelayanan setelah larangan diberlakukan pada 13 Maret, menurut pengawas Kristen International (ICC).
Sebelumnya, David Lah menyampaikan khotbah yang kontroversi kepada para jemaat gerejanya. Dia mengatakan kepada para pengunjung gereja bahwa mereka akan kebal terhadap virus corona jika taat kepada Tuhan.
“Jika Anda mendengar khotbah Tuhan, virus tidak akan pernah mendatangi Anda, saya menyatakannya dengan jiwa Yesus Kristus,” Kata Lah dalam sebuah khotbah pada akhir Maret.
Dilansir dari Fox News, beberapa minggu kemudian, 20 orang dites positif, termasuk Lah dan seorang rockstar Myanmar terkenal bernama Myo Gyi.
Dia tidak ditangkap oleh pihak berwenang karena saat ini berada di rumah sakit untuk menjalani perawatan terkait Covid-19, lapor CBC News. Dia akan dikarantina hingga 19 Mei, setelah itu proses hukum terhadapnya diperkirakan akan berlanjut.
Sementara itu pejabat Kanada melakukan kontak dengan Lah yang menawarkan layanan konsuler dan dia ada dalam daftar untuk evakuasi pada akhir Mei.
“Karena tindakan Lah, banyak orang Kristen di Myanmar menghadapi kritik dan merasakan permusuhan terhadap mereka di negara mayoritas Budha itu,” kata ICC.
Para pemimpin Kristen mengimbau warga agar bekerja bersama untuk memerangi Covid-19 dalam kesatuan dan cinta ketika sentimen anti-Kristen melonjak di media sosial. Mereka juga mendesak umat untuk tidak memposting dan berbagi berita, foto, dan video palsu di Facebook yang mungkin menyinggung agama.
Hingga saat ini, Myanmar telah mengonfirmasi 188 kasus terkait virus corona, dengan setidaknya 6 kematian akibat Covid-19, berdasarkan data perhitungan dari Universitas John Hopkins. (Aza)