Indonesiainside.id, Paris – Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Eropa, Kamis (11/6), memutuskan bahwa Prancis melanggar kebebasan berekspresi aktivis pro-Palestina yang dihukum saat berkampanye menolak barang-barang Israel. Pengadilan memerintahkan pemerintah Prancis untuk membayar €101.000 atau sekitar Rp1,7 miliar sebagai ganti rugi keseluruhan kepada 11 aktivis.
Kelompok aktivis Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) memuji keputusan pengadilan itu sebagai kemenangan besar. Para pengunjuk rasa, yang dipimpin oleh aktivis Prancis Jean-Michel Baldassi, dihukum karena menghasut diskriminasi ekonomi setelah mengambil bagian dalam demonstrasi 2009 di sebuah hypermarket di kota Illzach di Perancis timur, dan membagikan selebaran yang menyerukan boikot produk-produk Israel.
Tetapi pengadilan hak asasi manusia Eropa menemukan bahwa hukuman pidana tidak memiliki dasar yang relevan dan memadai, dan melanggar kebebasan berekspresi para pengunjuk rasa. Pengadilan yang berbasis di kota Strasbourg, Prancis, dan negara-negara yang menandatangani Konvensi Eropa tentang HAM, termasuk Prancis, terikat oleh putusannya.
“Putusan pengadilan yang penting ini adalah kemenangan yang menentukan untuk kebebasan berekspresi, bagi pembela hak asasi manusia, dan gerakan BDS untuk kebebasan, keadilan dan kesetaraan Palestina,” kata Rita Ahmad, dari gerakan BDS yang dipimpin Palestina, dalam sebuah pernyataan.
Aktivis BDS mengatakan pemerintah lain juga mencoba menggunakan undang-undang diskriminasi untuk menargetkan mereka secara tidak adil karena gerakan ini semakin populer di dunia. Gerakan itu mendesak boikot, divestasi dan sanksi terhadap bisnis, universitas, dan lembaga kebudayaan Israel. Aksi itu menggunakan non-kekerasan untuk menentang kebijakan yang tidak adil terhadap Palestina.
Dalam kasus Perancis, pengadilan hak asasi manusia menggambarkan tindakan para pengunjuk rasa sebagai bentuk ekspresi politik dan subjek kepentingan publik. Ia mencatat bahwa Pasal 10 piagam hak asasi manusia, yang menjamin kebebasan berekspresi, memungkinkan tindakan protes seperti itu selama tidak melewati batas dan berubah menjadi seruan untuk kekerasan, kebencian atau intoleransi.
Dilansir dari Arab News, Pemerintah Prancis memiliki waktu tiga bulan untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut, tetapi tidak segera berkomentar terkait putusan itu. Amnesty International menyatakan harapan bahwa putusan itu akan mengirim pesan yang jelas kepada semua negara Eropa bahwa mereka harus menghentikan penuntutan aktivis damai. (NE)