Indonesiainside.id, London – Seorang hakim Iran yang terkenal karena penganiayaannya terhadap wartawan ditangkap di Rumania. Dia dikabarkan pernah memenjarakan 20 jurnalis dalam satu hari di tahun 2013. Gholamreza Mansouri, yang melayani sebagai jaksa di Penjara Evin di Teheran, sebelum diangkat sebagai hakim di pengadilan pers Iran, dicerca oleh wartawan karena penindasannya atas pelaporan independen.
Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) mengadvokasi penuntutannya, dan mendokumentasikan banyak klaim oleh wartawan bahwa Mansouri bertanggung jawab langsung atas penyiksaan mereka. Sebagai contoh, IFJ mengatakan Mansouri memerintahkan penahanan dan penyiksaan anggota keluarga presiden saluran TV Persia, Saeed Karimian, untuk mencegah penyiaran. Karimian kemudian dibunuh di Turki.
Sekretaris Jenderal IFJ Anthony Bellanger mendesak pemerintah Rumania untuk menanggapi panggilan jurnalis yang menjadi korban dan menuntut Mansouri atas pelanggaran hak asasi manusia. “Kejahatan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sekarang saatnya untuk keadilan,” katanya, kepada Arab News.
Reporters Without Borders (RSF), sebuah LSM yang didedikasikan untuk melindungi jurnalis, juga mendukung penuntutan Mansouri. RSF mengatakan telah mengirimkan dokumen ke layanan penuntutan Jerman terkait dengan kasus Mansouri.
Selain memenjarakan 20 jurnalis dalam satu hari, Mansouri juga dicari di Iran dengan tuduhan korupsi. Teheran menuduhnya menerima €500.000 atau sekitar Rp7,8 miliar dalam sebuah kasus suap, dan sedang mengurus proses extradisi untuk Mansouri.
Sementara itu, Kaveh Moussavi, seorang pengacara Iran yang mengasingkan diri di Oxford, mengatakan bahwa sebagai penandatangan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, Rumania tidak dapat mengekstradisi Mansouri ke Iran. Moussavi berpendapat bahwa Mansouri harus diserahkan ke Jerman untuk diadili, daripada dikirim kembali ke Iran.
Jerman dikenal karena penuntutan ekstrateritorial atas pelanggaran hak asasi manusia. “Dia harus dibawa kembali ke Jerman untuk diadili karena penyiksaan, penyanderaan dan terorisme,” kata Moussavi. (NE)