Indonesiainside.id, New Delhi – Setahun sejak pencabutan status otonomi khusus Kashmir oleh India masyarakat dihantui keputusasaan dan kemarahan. Meningkatnya kekerasan di Kashmir mendorong lebih banyak pemuda setempat ke dalam bentuk perlawanan yang ekstrem.
“Ini adalah refleksi yang menyedihkan di zona konflik mana pun, terlebih lagi di Kashmir,” kata Gowhar Geelani, seorang jurnalis dan analis politik Kashmir. “Ketika semua bentuk perbedaan pendapat yang demokratis tidak diizinkan dan ruang demokrasi tersendat, beberapa pemuda dengan pikiran yang mudah dipengaruhi berlindung dalam bentuk-bentuk perlawanan yang ekstrem.”
Pada 5 Agustus tahun lalu, New Delhi membatalkan Pasal 370 konstitusi India, yang menjamin otonomi Kashmir, dan membagi negara bagian itu menjadi Wilayah Persatuan Ladakh dan Wilayah Persatuan Jammu dan Kashmir, yang diatur langsung oleh New Delhi. Ribuan pasukan tambahan dikirim untuk mendukung 500.000 prajurit yang sudah dikerahkan sebelumnya di wilayah yang didominasi Muslim itu, untuk menegakkan penguncian militer terhadap 13 juta penduduk Kashmir.
Selain itu, ribuan pemimpin politik lokal dan aktivis masyarakat sipil ditahan dan beberapa dari mereka masih ditahan. Ketika putra Bashir Ahmad Lone, Mehraj Uddin Lone, tidak pulang dari piknik bersama teman-temannya, keluarganya memberi tahu polisi. Sehari kemudian, pada 5 Juni, foto pemuda itu beredar di media sosial. Dia mengenakan seragam militer dan membawa pistol.
“Kami tidak pernah berpikir itu bisa terjadi,” ayah dari pekerja konstruksi berusia 24 tahun dari desa Arigam di distrik Pulwama Kashmir mengatakan kepada Arab News. “Yang menyedihkan adalah bukan hanya anak saya, ada banyak anak muda yang bergabung dengan militansi. Karena frustrasi, para pemuda memilih angkat senjata.”
Sekitar 16 km dari Arigam di mana Mehraj Uddin Lone terakhir terlihat, seorang anak laki-laki lainnya, Shoib Ahmad Bhat yang berusia 19 tahun dari desa Chursoo, juga di distrik Pulawama, bergabung dengan militan pada 13 Juli. “Saya khawatir pasukan keamanan akan menangkapnya dan membunuhnya, sebelum kehidupannya yang menjanjikan dapat memenuhi tujuan apa pun,” kata ayah paramedis muda itu, Mohammad Shafi Bhat.
Bhat mengatakan pembatalan Pasal 370 memutuskan ikatan terakhir kepercayaan. “Pasal 370 adalah semacam ikatan antara India dan Kashmir. Status khusus memberi kami manfaat dalam pendidikan, pekerjaan dan itu merupakan kebanggaan bagi kami, ”katanya.
Bulan lalu saja, beberapa pemuda berpendidikan, termasuk seorang mahasiswa doktoral dari Srinagar, dilaporkan bergabung dengan kelompok militan lokal Hizbul Mujahidin. “Situasinya sangat suram di lembah ini. Para pemuda merasa frustasi dan marah serta ada rasa keterasingan yang kuat,” kata aktivis sosial dan politik, Mudasir Dar. (NE)