Indonesiainside.id, Paris – Prancis bakal mendeportasi 231 orang yang dinilai radikal setelah seorang imigran Muslim membunuh seorang guru sejarah karena mempertontonkan kartun Nabi Muhammad ke siswa-siswi di sekolahnya.
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan rencana untuk mengusir orang asing yang termasuk dalam program the File for the Prevention of Terrorist Radicalisation (FSPRT) yang disebutnya sebagai bagian dari tanggapan pemerintah atas penyerangan guru sejarah Samuel Paty yang dipenggal minggu lalu.
FSPRT adalah daftar yang dibuat oleh polisi dan intelijen Prancis untuk melacak aktivitas ekstremis Islam. Darmanin mengatakan dia ingin bertindak cepat merespon pembunuhan Paty, lansir VNxpress, Senin(19/10).
Presiden Prancis Emmanuel Macron sebelumnya mengutuknya sebagai “serangan teror Islam”.
Damarin dalam perjalanannya ke Maroko pekan lalu meminta pemerintah di sana menerima kesepakatan untuk mengembalikan sembilan warga Prancis yang telah diusir, dan berencana untuk bertemu dengan pejabat Aljazair dan Tunisia untuk membahas kesepakatan serupa.
Dalam daftar yang akan dideportasi, 180 orang kini tengah berada di penjara dan 51 orang akan segera ditangkap. Lebih dari 850 imigran gelap juga terdaftar sebagai FSPRT.
Menteri Darmanin juga meminta lembaga Prancis untuk memeriksa orang-orang yang menginginkan suaka di Prancis.
Samuel Paty dipenggal pada sore hari tanggal 16 Oktober di dekat sekolah menengah tempat dia bekerja di Conflans Saint-Honorine, pinggiran kota sekitar 30 kilometer barat laut pusat kota Paris.
Jaksa anti-teroris Jean-Francois Ricard mengatakan pada 17 Oktober bahwa Paty menjadi sasaran ancaman online karena menunjukkan kepada siswa di kelasnya karikatur Nabi Muhammad. Karikatur Nabi yang diharamkan dalam Islam.
Menurut jaksa, sebelum melakukan tindak pidana tersebut, tersangka mendatangi sekolah guru tersebut, mendekati siswa dan meminta mereka menunjukkan wajah guru yang melakukannya.
Prancis telah menangkap sedikitnya 11 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan guru itu, meski tidak jelas apakah orang-orang tersebut menjadi bagian dari rencana deportasi yang dilakukan pemerintah di Paris.
Di antara mereka adalah empat kerabat tersangka, ditangkap segera setelah serangan pada 16 Oktober, enam lainnya ditangkap pada 17 Oktober, termasuk ayah seorang pelajar dan seorang penginjil. (EP)