Indonesiainside.id, Jakarta – Kedutaan Besar AS di ibu kota Baghdad disergap dengan serangan delapan roket, sehingga memakas mereka mengaktifkan sistem pertahanan untuk mencegat roket di udara.
Sumber Tentara Irak mengatakan pada 20 Desember “sekelompok ekstrimis” meluncurkan delapan roket ke kedutaan AS di Zona Hijau di ibukota, Baghdad, melukai seorang perwira keamanan Irak di pos penjagaan, beberapa mobil dan area pemukiman kecil di dekatnya mengalami kerusakan.
Dalam pernyataan di hari yang sama, kedutaan besar AS di Irak mengonfirmasi bahwa sistem anti-roket, artileri, dan mortir (C-RAM) telah ditembakkan untuk mencegat roket di udara untuk menangkis serangan. Namun, kejadian tersebut juga menyebabkan beberapa kerusakan ringan di halaman kedutaan AS.
Sistem C-RAM dipasang oleh AS di kedutaan besar di Baghdad pertengahan tahun ini, ketika kelompok bersenjata di Irak meningkatkan serangan mereka terhadap fasilitas diplomatik.
Sebelumnya pada bulan Desember, AS menarik stafnya dari kedutaan besarnya di Irak, menjelang peringatan satu tahun pembunuhan Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, karena takut akan serangan pembalasan.
Kompleks C-RAM kedutaan AS melepaskan tembakan untuk mencegat roket di Baghdad, Irak, pada 20 Desember. Video: Twitter / JoyceKaram, HsshmatAlavi, BaxtiyarGoran.
Komandan Komando Pusat Angkatan Darat AS (CENTCOM) Kenneth McKenzie pada 20 Desember menegaskan bahwa mereka siap untuk ” bereaksi jika perlu” untuk membela diri serta untuk melindungi sekutu dan mitra di Timur Tengah dari ancaman serangan dari Iran selama peringatan pembunuhan Jenderal Pasukan Garda Republik Iran yang diperintahkan Donald Trump.
Amerika Serikat berencana untuk mengurangi jumlah pasukan di Irak dari 3.000 menjadi 2.500 pada pertengahan Januari 2021, sebelum Presiden Donald Trump meninggalkan jabatannya. Namun, meningkatnya frekuensi serangan roket di Irak telah membuat marah pemerintahan Trump.
Kelompok milisi yang didukung Iran diduga melakukan serangan roket, termasuk kelompok Kataib Hezbollah. Kelompok-kelompok itu setuju pada Oktober untuk menghentikan tembakan tanpa batas waktu, tetapi serangan 20 Desember itu adalah pelanggaran ketiga sejak itu.
#BREAKING
Reports of explosions from multiple rockets in Baghdad's Green Zone, #IraqVideo of CRAM activity over the area, via @AuroraIntel#Iran-backed militias have been known to launch attacks targeting U.S. interests in this area.pic.twitter.com/FNcVZWK11O
— Heshmat Alavi (@HeshmatAlavi) December 20, 2020
Pelanggaran pertama terjadi pada 17 November ketika serangkaian roket menghantam kedutaan AS dan banyak daerah lain di Baghdad, menewaskan seorang wanita. Yang kedua adalah serangan bom terhadap dua konvoi kendaraan logistik koalisi AS yang mendukung tentara Irak melawan kelompok bersenjata.
Namun kali ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan pada 20 Desember itu. Kataib Hezbollah memposting di Twitter bahwa “menyerang kedutaan musuh pada saat ini adalah melanggar perintah”. Kataib Hezbollah juga mengutuk kedutaan AS untuk mengaktifkan sistem C-RAM.
C-RAM digunakan oleh AS di banyak pangkalan dan fasilitas diplomatik di Timur Tengah untuk mencegat roket dan roket tak berawak yang murah, menggantikan sistem pertahanan udara yang mahal seperti Patriot. C-RAM dianggap sebagai versi darat dari sistem pertahanan jarak dekat Phalanx di kapal perang AS, menggunakan radar untuk mendeteksi target dan senapan laras 20 mm yang berputar dengan laju tembakan yang sangat tinggi untuk menghancurkan.
C-RAM menggunakan peluru penghancur otomatis (MPT-SD) M-940 dengan mekanisme penghancuran diri pada jarak tertentu untuk menghindari kerusakan yang tidak disengaja pada area pemukiman. Kombinasi C-RAM dapat menembakkan 4.500 peluru per menit, menciptakan jaring api yang rapat untuk menghancurkan target yang mendekat.(EP)