Indonesiainside.id, Jakarta – Presiden Turki pada Rabu mendesak Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk memperhatikan hubungan bilateral Turki-AS.
“Kami percaya bahwa presiden baru AS Biden akan memperhatikan hubungan Turki-Amerika. Kami tidak memiliki prasangka, pemikiran negatif atau permusuhan terhadap siapa pun,” kata Presiden Recep Tayyip Erdogan kepada anggota fraksi Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) di parlemen di ibu kota Ankara.
Presiden Erdogan menambahkan bahwa Turki akan terus bekerja untuk perdamaian, keadilan, dan kemakmuran di wilayah tersebut. Erdogan juga mengatakan bahwa Turki berharap dapat membuka babak baru dalam hubungannya dengan Uni Eropa (UE) dan AS di tahun mendatang.
“Kami tidak melihat hubungan politik, ekonomi dan militer kami yang serba guna sebagai alternatif dari hubungan kami yang telah terjalin baik dengan AS. Kami juga berharap bahwa UE menghilangkan kebutaan strategis yang membuat Turki menjauh (dari blok itu),” ungkap Erdogan.
Pada 14 Desember, AS menjatuhkan sanksi kepada Turki atas akuisisi sistem pertahanan rudal S-400 Rusia. Para pejabat AS menyerukan agar Turki membatalkan akuisisi S-400, mengklaim S-400 tidak akan kompatibel dengan sistem NATO dan menyebut jet F-35 akan diintai oleh sistem Rusia.
Turki, bagaimanapun, menekankan bahwa S-400 tidak akan diintegrasikan ke dalam sistem NATO, dan tidak menimbulkan ancaman bagi aliansi atau persenjataannya. Pejabat Turki telah berulang kali mengusulkan kelompok kerja untuk memeriksa masalah kompatibilitas teknis tersebut.
Putusan pengadilan Eropa atas politisi HDP
Pada Selasa, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) memutuskan bahwa penangkapan Selahattin Demirtas, mantan ketua Partai Demokratik Rakyat (HDP), melanggar kebebasan berekspresi dan haknya untuk berpartisipasi dalam pemilihan.
Demirtas berada dalam penahanan pra-sidang karena tudingan mendukung aksi teror selama referendum konstitusi 2017 dan pemilihan presiden Juni 2018 di Turki.
Presiden Turki mengkritik keputusan ECHR dalam kasus Demirtas, yang saat ini ditahan.
Dia mengatakan bahwa ECHR tidak dapat mengumumkan putusan yang menggantikan posisi pengadilan Turki. “Dengan mengambil keputusan ini tanpa keterlibatan otoritas internal, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa melakukan praktik yang luar biasa,” kata Erdogan.
“Namun, putusan tentang Selahattin Demirtas jelas bertentangan dengan pembenaran keputusan pengadilan yang sama terhadap partai Batasuna di Spanyol,” tegas dia.
Pengadilan itu juga mendesak Turki untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk pembebasan Demirtas. “Ini jelas standar ganda, dan bahkan kemunafikan bahwa pengadilan [Eropa] menuntut pembebasan kepala orang yang bertanggung jawab atas serangan brutal yang menewaskan 39 orang pada 6-8 Oktober 2014,” tutur dia.
Pada November 2016, Demirtas bersama 12 anggota parlemen HDP ditangkap atas tuduhan terkait teror. Lalu pada September 2018, Demirtas dijatuhi hukuman empat tahun delapan bulan penjara setelah dia dihukum karena “menyebarkan propaganda teroris,” “mengarahkan organisasi teroris”, dan “menghasut publik untuk kebencian dan permusuhan”.
Setahun kemudian, pengadilan Eropa memerintahkan pembebasan Demirtas dengan mengklaim penahanannya telah diperpanjang dengan alasan yang tidak memadai. Setelah itu, Turki dan Demirtas mengajukan permohonan ke pengadilan dan sidang diadakan pada tanggal 18 Maret 2019.
Pemerintah Turki menuduh HDP memiliki hubungan dengan kelompok teror PKK, yang bertanggung jawab atas kematian sekitar 40.000 orang, termasuk wanita, anak-anak dan bayi dalam lebih dari 30 tahun kampanye terornya melawan Turki. AS, UE, dan Turki memasukkan PKK ke dalam daftar organisasi teroris. (Aza/AA)